Thaharoh
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Mandi
a.
Pengertian
Mandi
Secara
bahasa غَسَلَ (mandi) berarti
mengalirkan air pada sesuatu secara mutlak, sedangkan secara istilah غَسَلَ (mandi) berarti mengalirkan air pada
seluruh badan dengan niat tertentu.
b.
Dalil
Disyari’atkannya Mandi
Dalil
disyari’atkannya mandi adalah Al-Qur’an As-Sunnah dan Ijma’
·
Al-
Qur’an
إنَّ اللهَ يُحِبُّ التَّوَّابِينَ وَيُحِبُّ
الْمُتَطَهِّرِينَ (البقرة : 222)
Artinya:
“Sesungguhnya Allah
menyukai orang-orang yang bertaqwa dan orang-orang
yang mensucikan diri.”
·
As-Sunnah
عن أبي هريرة رضي الله عنه قال : قَالَ رَسُوْلُ
اللهِ صَلَّي الله عَلَيْهِ وَسَلَمَ "حَقُّ عَلَى كُلِّ مُسْلِمِ أُنْ يَغْتَسِلَ
فِيْ كُلِّ سَبْعَةٍ أَيَّامٍ يَغْسِلُ فِيْهِ رَأْسَهُ وَجَسَدَهُ" (رواه
البخارى ومسلم)
·
Ijma’
Para
ulama mujtahid sepakat bahwa mandi untuk “An nazhofah” (bebersih) adalah
sunnah, dan mandi untuk sahnya ibadah adalah wajib. Dalam masalah ini, tidak
ada satu pun
ulama yang berbeda pendapat. [1]
c. Hal-hal yang Mewajibkan Mandi
1. Keluarnya mani disertai syahwat, baik di waktu tidur maupun bangun, dari laki-laki
atau wanita. Ini merupakan pendapat
fukaha umumnya, berdasarkan hadits dari Ummu Salamah r.a :
أَنَّ أُمَّ سُلَيْمِ قَالَتْ : يَا رَسُوْلَ
اللهِ أَنَّ اللهَ لاَ يَسْتَحْيِيْ مِنَ الحَقِّ, فَهَلْ عَلَى المَرْأَةِ الغَسْلٌ
إِذَااحْتَمَلَتْ؟ قَالَ : نَعَمْ, إِذَا رَأَتِ المَاءَ
Artinya:
Bahwa Ummu Sulaim berkata: “ya Rosulullah, sesungguhnya
Allah tidak malu dengan kebenaran! Wajibkah wanita itu mandi bila ia bermimpi”.
Ujar Nabi: “ya. Bila ia melihat ait”. (H.R. Bukhari dan Muslim serta
lain-lainnya)
Di sini ada beberapa hal yang sering terjadi
dan hendak kami kemukakan karena diperlukan:
a. Bila mani itu keluar tanpa syahwat, tetapi
karena sakit atau dingin, maka tidaklah wajib mandi.
Dalam hadits Ali r.a:
اَنْ رَسُوْلَ
اللهِ صَلَى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَهُ فَإذَا فَضَخَتِ اْلمَاءَ فَاغْتَسِلْ,,
رواهابوداود.
Artinya:
Bahwa Rasulullah saw. bersabda: “Bila air itu terpancar keras, maka
mandilah!” (H.R. Abu Daud)
b. Bila seorang bermimpi tetapi tetapi tidak
menemukan mani maka tidak wajib mandi.
c. Bila seseorang bangun tidur lalu menemukan
basah tetapi tidak ingat bahwa ia bermimpi, maka ia wajib mandi jika ia yakin
bahwa itu adalah mani.
d. Bila seseorang merasa hendak keluarnya mani
di waktu syahwat, lalu menahan kemaluannya hingga tidak jadi keluar, maka
tidaklah wajib ia mandi. Tetapi jika ia berjalan lalu mani keluar, maka wajiblah baginya mandi.
e. Ia melihat mani pada kainnya, tetapi tidak
mengetahui pada saat keluarnya dan kebetulan ia sudah shalat, maka ia wajib
mengulangi shalatnya dari waktu tidurnya yang terakhir, kecuali bila ada
petunjuk bahwa keluarnya itu sebelum itu, hingga ia harus mengulangi dari tidur
terdekat dimana mani itu mungkin keluar.
2. Hubungan kelamin, yaitu memasukkan alat
kelamin pria ke dalam alat kelamin wanita, walaupun tidak
keluar mani atau coitus. Berdasarkan hadits Abu Hurairah r.a :
أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلّى الله عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ قَالَ: إِذَا جَلَسَ بَيْنَ شُعَبِهَا الأَرْبَعِ ثُمَّ جَهَدَهَا
فَقَدْ وَجَبَ الغُسْلُ , أَنْزَلَ أَمْ لَمْ يُنْزِلْ . روه أحمد و مسلم
Artinya:
Bahwa Rasulullah SAW, telah bersabda: “Jika seseorang telah berada di antara anggotanya empat – maksudnya kedua
tangan dan kaki istrinya – lalu mencampurinya, maka wajib mandi, biar keluar
mani ataupun tidak.”( H.R. Ahmad dan Muslim)
Lalu
disampaikan oleh Aisyah sabda Nabdi SAW:
"إِذَ أَصَابَ الخِتَانُ
الخِتَانَ فَقَدْ وَجَبَ الغُسْلُ" روه أحمد و مالك بألفاظ مختلفة
Artinya:
“Bila alat
kelamin wanita dengan laki-laki telah bertemu, maka wajiblah mandi.”(H.R Ahmad dan Malik dengan perkatan yang
berbeda)
3. Terhentinya haid dan nifas
Rasulullah SAW bersabda:
دَعِى الصَّلاَةَ قَدْرَ الأَيَّامِ الَّتِي كُنْتِ تَحِيْضِيْنَ
فِيْهَا, إِغْتَسِلِي وَصَلِّيْ)متفق عليه(
Artinya:
“Tinggalkanlah shalat selama hari-hari haid itu, lalu
mandilah dan shalatlah” (H.R.Muttafaqun ‘Alaih)
Demikianlah, dan walaupun hadits itu
menerangkan soal haid. Tetapi berdasarkan
ijma’ sahabat, nifas itu sama dengan haid.
Dan jika seseorang perempuan melahirkan,
tetapi tidak melihat dara, menurut pendapat sebagian ulama, ia wajib mandi.
Tetapi pendapat lain tidak wajib. Dan keterangan mengenai ini tidak ditemukan.
4. Mati. Bila seseorang menemui ajal, wajiblah
memandikannya berdasarkan ijma’.
d.
Rukun
Rukun Mandia
Rukun
mandi ada 3, yaitu:
a.
Niat
yang waktunya bersamaan dengan basuhan yang pertam.
Niat
mandi wajib:
نَوَيْتُ فَرْضَ اْلغُسْلَ لِلهِ تَعَالَي
Artinya : saya niat
mandi wajib karena Allah SWT.
Niat
mandi jum’at:
نَوَيْتُ اْلغُسْلَ لحضور اْلجُمْعَة سُنَّةَ
لِلهِ تَعَالَى
Artinya : saya niat mandi untuk
melaksanakan sholat jumuah karena Allah SWT.
Niat mandi hari raya:
نَوَيْتُ اْلغُسْلَ لحضور صَللَاةَ عِيْدِ اْلفِطْرِ
/ الأَضْحَى سُنّةَ لِلهِ تَعَالَي
Artinya : saya niat
mandi untuk melaksanakan sholat ‘idul Fitri/ Adha karena Allah SWT
Niat
mandi gerhana:
نَوَيْت اْلْغُسْلَ لحضور صَلَاةِ الكسوف /
الخسوف سنة لله تعالي
Artinya : saya niat
mandi untuk melaksanakan sholat Kusuf/ Khusuf karena Allah SWT
Niat
mandi shalat istisqo:
نَوَيْتُ اْلغُسْلَ لحضور صَلَاةَ الإِسْتِسْقَاء
سُنّةَ لِلهِ تَعَالَي
Artinya ; saya niat
mandi untuk melaksanakan sholat istisqo’ karena Allah SWT.
b.
Meratakan
basuhan keseluruh tubuh (kulit, rambut, kuku dan
sebagainya)
Apabila ada salah satu anggota badan yang belum terbasuh walaupun
hanya seheai rambut, maka hukum mandinya belum mencukupi, sebagaimana tersirat dalam sabda Rosulullah SAW:
Artinya:
“Barang
siapa yang meninggalkan tempat tumbuhnya rambut dalam keadaan jinabat (yakni
tidak terkena air saat mandi), maka Allah akan menjadikan begini begini bagi
orang itu dari neraka.”Lalu Ali RA. berkata, “ Maka dari itu saya selalu
mencukur rambut saya ketika mandi.” (H.R. Abu Dawud).
Maksud pernyataan Ali RA. di atas adalah kalau beliau merasa
rambutnya sudah panjang dan tebal maka beliau cukur karena takut apabila ketika
mandi ada rambut atau tempat tumbuhnya rambut yang tidak terbasuh.
c.
Menghilangkan
najis
Apabila
terdapat najis pada anggota badan, maka wajib dihilangkan terlebih dahulu
kemudian dibasuh.
e.
Sunah-sunah
Mandi
1.
Membasuh
kedua tangan.
2.
Berwudhu
dahulu dengan sempurna.
3.
Menyela-nyelani
(menyisiri) rambut kepala.
4.
Mendahulukan
basuhan anggota kanan kemudian anggota kiri.
5.
Menggosok
badan
6.
Muwalah
(nuli-nuli), tidak terputus-putus dalam membasuh anggota badan.
7.
Meneliti
lipatan-lipatan anggota badan seperti lipatan telinga, perut, pusar,
selangkangan, ketiak dan lain-lain.
8.
Mengulangi
basuhan mandi sampai tiga kali.[3]
f.
Hal-hal
yang Dilarang bagi Orang yang Junub
1.
Shalat.
2.
Menetap
di masjid
Haram
bagi orang junub menetap di masjid, karena hadits dari Ummu Salamah r.a.:
"دَخَلَ رَسُوْلُ
اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَمَ صَرْحَةَ هَذَا المَسْجِدِ فَنَادَى بِأَعْلَى
صَوْتِهِ : إِنَّ المَسْجِدَ لاَيَحِلَّ لِحَائِضِ وَلَالِجُنُبِ." رواه ابن
ماجه والطبرانى
Artinya:
“Rasulullah
saw. masuk ke halaman masjid dan berseru sekeras
suaranya: ‘Sesungguhnya masjid itu tidak dibolehkan bagi orang
haid maupun junub’”
Hadits di atas
menunjukkan tidak bolehnya tinggal atau menetap di masjid bagi orang haid atau
junub, tetapi keduanya diberi keringanan untuk lewat atau melaluinya karena
firman Allah ta’ala dalam surat an-Nisa’ ayat 43.
يَا
أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَقْرَبُوا الصَّلَاةَ وَأَنْتُمْ سُكَارَىٰ
حَتَّىٰ تَعْلَمُوا مَا تَقُولُونَ وَلَا جُنُبًا إِلَّا عَابِرِي سَبِيلٍ حَتَّىٰ
تَغْتَسِلُوا ۚ
Artinya:
“Hai orang-orang
yang beriman: Janganlah kamu dekati shalat ketika kamu sedang dalam keadaan
mabuk, sampai kamu menyadari apa yang kamu ucapkan, begitupun dalam keadaan
janabah kecuali bila kamu hanya melaluinya saja, sampai kamu mandi” (an-Nisa:43)
Dan diterima pula dari Jabir r.a., katanya:
كَانَ أَحَدُنَا يَمُرُّ فِي المَسْجِدِ
جُنُبًا مُجْتاَبًا. رواه أبي شيبة وسعيد ابن منصور في سننه
Artinya:
“Masing-masing kami bisa melewati masjid
dalam keadaan janabat, hanya melalui saja.” (H.R. Ibnu Abi Syaibah
dan Sa’id bin Manshur dalam buku Sunannya)[4]
Dalam buku fikih Manhaj di jelaskan, ada pengecualian, yaitu orang junub
yang berwudhu boleh diam di masjid sekalipun wudhunya batal karena wudhu dapat
meringankan keadaan junub. Para sahabat tidur di masjid. Jika junub, mereka
bangun, berwudhu, lalu tidur kembali. Perbuatan sahabat ini adalah dalil
diperbolehkannya orang yang junub diam di masjid asalkan berwudhu.[5]
3.
Thowaf.
Berdasarkan
apa yang diriwayatkan oleh Ibnu Abbas r.a:
الطواف صلاة إلا آن الله تعالى آحل فيه الكلام
,فمن تكلم إلا بخير (رواه الترمذي والدارقطني والحاكم إبن السككن وإبن خزيمة)
Artinya:
Bahwa
Nabi saw. telah bersabda,”Thawaf itu merupakan shalat, kecuali pada nya
dihalalkan oleh Allah berbicara. Maka siapa yang berbicara hendaklah yang di bicarakannya
itu yang baik-baik!”(H.R. Turmudzi, Daruquthi dan disahkan oleh Hakim. Ibnu
Sikkin dan Ibnu Khuzaimah)
4.
Membaca
Al-Qur’an. Artinya mengucapkan dengan lisan.
Menurut
jumhur, diharamkan bagi orang junub membaca sesuatu dari ayat-ayat Qur’an, berdasarkan
hadits Ali r.a.:
آن رسول الله ص.م كان لايحجبه شئ ليس الجنابه
"رواه آصحاب السنن وصحه الترمذي وغيره"
Artinya:
Bahwa
Rasulullah sa,w bersabda: “Tidak satu pun yang menghalanginya dari Al-Qur’an
kecuali janabat.” (H.R. Ashab as-Sunan
dan disahkan oleh Turmudzi dan lain lain)
Berkata
Hafidh dalam Al-Fat-h: “Diantara mereka ada yang mengatakan [6]bahwa
sebagian perawinya dhaif.
Tetapi
yang benar, ia termasuk hadits hasan yang dapat dipakai ssbagai hujjah atau
alasan”
5.
Menyentuh
mushaf Al-Qur’an dan membawanya.
B.
Haid,
Nifas dan Istihadhah
a.
Perbedaan
haid, nifas dan istihadha
Haid
adalah darah yang sudah dikenal di kalangan wanita
dan ada batasan-batasan
minimal dan maksimalnya dalam syara’ (syariat kita) . Ketentuan kembali kepada kebiasaan
masing-masing orang.
Adapun
nifas adalah darah yang keluar karena melahirkan dan ada batas maksimalnya
yaitu empat puluh hari maka wajib baginya untuk mandi dan melaksanakan shalat.
Adapun
darah istihadhah (Penyakit) adalah darah yang keluar di luar
waktu haid dan nifas atau bersambung setelah haid dan nifas. Maka wajib bagi seseorang yang mengalaminya
untuk tetap melaksanakan shalat, puasa pada bulan Ramadhan
dan boleh baginya melakukan hubungan suami istri.
b.
Persoalan
masa haid dan nifas
1.
Haid
a.
Pengertian
Menurut
bahasa haid adalah mengalir, sedangkan menurut istilah,haid adalah darah yang
keluar dari farjinya perempuan yang berumur kurang lebih 9 tahun dalam keadaan
sehat (tidak karena sakit) dan mewang watak / qodrat seorang wanita, dan keluarnya
darah tersebut tidak setelah melahirkan.
b.
Masa
haid
Haid
mempunya tiga masa yaitu:
1.
Masa
paling sedikit. 1 hari 1 malam (24 jam)
2.
Masa
paling lama, 15 hari 15 malam
3.
Masa
yang gholib (umum) 6/7 hari 6/7 malam
Dalam buku Fikih Sunnah 1-2 dijelaskan, batas
maksimum atau minimum hadi itu tak dapat dihinggakan. Begitu pun tak ada
keterangan yang dapat dijadikan alasan tentang penentuan lamanya itu. Hanya
bila seseorang wanita telah mempunyai kebiasaan berulang-ulang, hendaknya ia
berbuat berdasarkan itu.
Hal ini berpedoman kepada hadits Ummu Salamah r.a.:
أنَّهَا اسْتَفْتَتَ رَسُولُ اللهُ ص.م فى امرَاةٍ تهراق الدم فقال:لتنظر
قدر الليالي والايام التي كانت تحيضهن وقدرهن من الشهر,فتدع الصلاة ثم التغتسل
والتستثفر ثم تصلي "رواه الخمسه الترمذي"
Artinya:
Bahwa ia minta fatwa kepada Rasulullah saw mengenai seorang wanita
yang selalu mengeluarkan darah. Maka Nabi bersabda: “Hendaklah ia memperhatikan
bilangan malam dan siang yang dilaluinya dalam haid, begitu pun letak hari-hari
itu dari setiap bulan, lalu menghentikan shalat pada waktu-waktu tersebut.
Kemudian hendaklah ia menyumbat kemaluannya dengan kain, lalu shalat!” (H.R. al-khomsah at-Turmudzi)
Bila ia belum lagi
mempunyai kebiasaan tetap, hendaklah ia memperhatikan tanda-tanda darah
berdasarkan hadits Fatimah r.a. binti Abi Hubeisy yang lalu dimana terdapat
sabda Nabi saw: “jika darah itu darah haid, waka warnanya hitam dan dikenal.”
Jadi hadits ini menyatakan bahwa darah haid itu berbeda dari lainnya, dan telah
dikenal oleh kalangan wanita.
2.
Nifas
a.
Pengertian
Nifas menurut bahasa ialah melahirkan anak.
Nifas
menurut
syara’ ialah darah yang keluar setelah melahirkan (‘aqibal wiladah).
Dari pengertian ini dapat diambil
kesimpulan bahwa darah yang keluar sebelum melahirkan, dan keluarnya darah
bersamaan dengan keluarnya bayi atau yang keluar saat melahirkan dan sebelumnya
ia tidak mengalami haid, maka tidak dinamakan darah nifas, tapi dinamakan darah
fasad, oleh karena itu orang tersebut tetap wajib melaksanakan sholat dan bila
tidak mampu maka ia harus mengqodlo’.
Namun apabila sebelumnya ia sedang dalam
haid (belum melewati hitungan 15 hari 15 malam), maka darah itu dinamakan darah
haid, karena menurut imam Syafi’i orang hamil itu bisa haid.
“عَقِبَ الْوِلَادَةِ” mempunyai
arti sebagai berikut:
·
Keluarnya
darah sebelum melewati 15 hari dari kelahiran, apabila sudah melewati 15 hari
dari kelahiran maka dinamakan darah haid, bukan darah nifas.
·
Keluarnya
darah setelah kosongnya rahim dari kandungan, sehingga darah yang keluar
setelah bayi pertama dari bayi kembar tidak dinamakan darah nifas, tetapi dinamakan
darah haid apabila sebelumnya ia haid yang belum melebihi 15 hari 15 malam, dan
apabila sebelumnya ia tidak sedang haid atau sebelumnya ia haid akan tetapi
sudah melebihi 15 hari 15 malam, maka dinamakan darah fasad.
Darah nifas mungkin
langsung keluar setelah melahirkan
(kosongnya rahim) atau keluarnya selang beberapa
hari. Namun untuk menghitungnya tetap dari setelah melahirkan, kemudian setelah
waktu suci (an-naqo’) antara melahirkan dan keluarnya darah orang
tersebut harus tetap melakukan kewajban-kewajibannya.
b.
Masa
nifas
Nifas
memiliki 3 masa yaitu:
1.
Masa
yang paling sedikit,setetes (lahdlotan)
2.
Masa
paling lama, 60 hari 60 malam.
3.
Masa
yang paling gholib (umum) 40 hari 40 malam.
c.
Hal-hal
yang dilarang bagi orang yang sedang haid dan nifas
1.
Sholat
إذا أقبلت الحيضة فدعى الصلاة . (متفق عليه)
.
“Apabila datang masa haid mu, maka tinggalkanlah
sholat.” (H.R. Muttafaqun ‘Alaih)
2.
Thowaf
Wanita muslimah juga diharamkan melakukan thawaf jika
sedang menjalankan masa haid, sebagaimana sabda Nabi kepada Aisyah:
فاُفعلى ما يفعل الحاج غير أن لا تطوفي
بالبيت حتى تطهري (متفق عليه)
“Kerjakanlah
sebagaimana orang yang menjalankan ibadah haji, kecuali kamu tidak boleh
melakukan thawaf di ka’bah, sehingga kamu benar-benar dalam keadaan suci.”
(H.R. Muttafaqun ‘Alaih)
3.
Menyentuh
Al-Qur’an
Diharamkan bagi wanita yang sedang haid menyentuh
Al-Qur’an. Sebagaimana sabda Rasulullah saw:
لا تمس المصحف إلا وأنت طاهر . (رواه الاثرم)
.
“Janganlah kamu
menyentuh Al-Qur’an kecuali dalam keadaan suci.”
(H.R. Al-Atsram)
4.
Membawa
Al-qur’an
5.
Berdiam
di dalam masjid
Wanita yang sedang haid tidak boleh berdiam diri di
dalam masjid, dan diperbolehkan jika hanya sekedar berlalu saja.
6.
Membaca Al-Qur’an
Bagi wanita yang menjalani masa haid diperbolehkan
membaca Al-Qur’an, akan tetapi tidak boleh menyentuh mushhafnya.
7.
Berpuasa
Wanita yang sedang menjalani masa haid tidak
diperkenankan untuk menjalankan ibadah puasa. Namun demikian, wanita yang
menjalani masa haid berkewajiban mengqadha’ puasa yang ditinggalkan setelah
masa haidnya selesai.
8.
Thalaq
(cerai)
Menthalaq istri yang sedang haid hukumnya adalah
haram. Karena, pelaksanaan thalaq semacam ini disebut sebagai thalaq bid’ah.
9.
Lewat
di masjid
10.
Bersentuh
atau bersenang-senang diantara pusar sampai lutut
[1] Tim
Redaksi 2010, Panduan Praktek Ibadah, Revisi kelima (Yogyakarta: Lingkar
Media), hlm. 20
[2] Sayyid
Sabiq, Fiqih Sunnah 1, alih
bahasa Mahyudin Syaf (Bandung: Alma’arif,1973)
[3] Tim
Redaksi 2010, Op.cit.,24
[4]Fikih sunnah 1 Sayyid Sabiq. OP.cit.,
156
[5] Adil
Sa’di, Fiqhun-Nisa Thaharah-Shalat, alih bahasa Abdurrahim (Jakarta: Hikmah,2006)hlm.55
Tidak ada komentar:
Posting Komentar