Etika Pelajar dan Pengajar
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Pengertian etika
Etika
Dari
segi etimologi, etika berasal dari bahasa Yunani,ethos yang berarti watak kesusilaan atau adat. Dalam kamus umum
bahasa Indonesia, etika diartikan ilmu pengetahuan tentang azaz-azaz akhlak (
moral ). Dari pengertian kebahasaan ini terlihat bahwa etika berhubungan dengan
upaya menentukan tingkah laku manusia. Adapun arti etika dari segi istilah,
telah dikemukakan para ahli dengan ungkapan yang berbeda-beda sesuai dengan
sudut pandangnya. Menurut para ulama’ etika adalah ilmu yang menjelaskan arti
baik dan buruk, menerangkan apa yang seharusnya dilakukan oleh manusia,
menyatakan tujuan yang harus dituju oleh manusia di dalam perbuatan mereka dan
menunjukkan jalan untuk melakukan apa yang seharusnya diperbuat.
Berikutnya, dalam encyclopedia
Britanica, etika dinyatakan sebagai filsafat moral, yaitu studi yang sitematik
mengenai sifat dasar dari konsep-konsep nilai baik, buruk, harus, benar, salah,
dan sebagainya.
Sementara
itu menurut Profesor Robert Salomon, etika dapat dikelompokan menjadi dua
definisi:
1. Etika merupakan karakter individu,
dalam hal ini termasuk bahwa orang
yang beretika adalah orang yang baik. Pengertian ini disebut pemahaman manusia
sebagai individu yang beretika. Etika merupakan hukum sosial.
2. Etika merupakan hukum yang mengatur, mengendalikan serta
membatasi perilaku manusia.
Dari
definisi etika tersebut diatas, dapat segera diketahui bahwa etika berhubungan
dengan empat hal sebagai berikut:
Ø Pertama,
dilihat dari segi objek pembahasannya, etika berupaya membahas perbuatan yang
dilakukan oleh manusia.
Ø Kedua
dilihat dari segi sumbernya, etika bersumber pada akal pikiran atau filsafat.
Sebagai hasil pemikiran, maka etika tidak bersifat mutlak, absolute dan tidak
pula universal. Ia terbatas, dapat berubah, memiliki kekurangan, kelebihan dan
sebagainya. Selain itu, etika juga memanfaatkan berbagai ilmu yang memebahas
perilaku manusia seperti ilmu antropologi, psikologi, sosiologi, ilmu politik,
ilmu ekonomi dan sebagainya.
Ø Ketiga,
dilihat dari segi fungsinya, etika berfungsi sebagai penilai, penentu dan penetap
terhadap sesuatu perbuatan yang dilakukan oleh manusia, yaitu apakah perbuatan
tersebut akan dinilai baik, buruk, mulia, terhormat, hina dan sebagainya.
Dengan demikian etika lebih berperan sebagai konseptor terhadap sejumlah
perilaku yang dilaksanakan oleh manusia. Etika lebih mengacu kepada pengkajian
sistem nilai-nilai yang ada.
Ø Keempat,
dilihat dari segi sifatnya, etika bersifat relatif yakni dapat berubah-ubah
sesuai dengan tuntutan zaman.
Dengan
ciri-cirinya yang demikian itu, maka etika lebih merupakan ilmu pengetahuan
yang berhubungan dengan upaya menentukan perbuatan yang dilakukan manusia untuk
dikatan baik atau buruk. Berbagai pemikiran yang dikemukakan para filosof barat
mengenai perbuatan baik atau buruk dapat dikelompokkan kepada pemikiran etika,
karena berasal dari hasil berfikir. Dengan demikian etika sifatnya humanistis
dan antroposentris yakni bersifat pada pemikiran manusia dan diarahkan pada
manusia. Dengan kata lain etika adalah aturan atau pola tingkah laku yang
dihasilkan oleh akal manusia.
B.
Tujuan
Mengkaji etika pelajar
dan pengajar dan mendiskusikanya dalam konteks kekinian
C.
Rumusan masalah
a)
Menjelaskan etika pelajar dan
pengajar
b)
Membandingkan idealita dan
realita tentang konsep etika pelajar dan pengajar
BAB II
PEMBAHASAN
v ETIKA
PELAJAR
Ø Penghormatan
terhadap ilmu dan ulama
A.
Menghargai Ilmu
ketahuilah,bahwa pelajar tidak
akan mendapat ilmu dan juga tidak akan memetik manfaat ilmu selain dengan
menghargai ilmu dan menghormati ahli ilmu (Ulama’),menghormat Guru dan
memulyakanya;
Disebut kata mutiara: “Tiada
keberhasilan seseorang dalam mencapai sesuatu kecuali dengan menghormatinya,dan
tiada kegagalanya selain karena tidak mau menghormatinya” ;
Disebut kata mutiara:
“Penghormatan lebih penting dari pada ketaatan; bukanlah engkau tahu bahwa
manusia tidak menjadi kafir karena berbuat ma’siat,tapi bisa kafir karena
meremehkan dan tidak menghormat”[1].
Harus mensucikan hatinya dari setiap
sesuatu yang mempunyai unsur menipu, kotor, penuh rasa dendam, hasud, keyakinan
yang tidak baik, dan budi pekerti yang tidak baik, hal itu dilakukan supaya
ia pantas untuk menerima ilmu, menghafalkannya, meninjau kedalaman
maknanya dan memahami makna yang tersirat”[2].
B.
Menghormat Guruu
Salah satu memuliakan ilmu ialah
memuliakan sang Guru,sebagaimana Sayyidina Ali, Kw,berkata: “saya menjadi hamba
kepada orang yang mengajariku satu huruf ilmu; terserah ia mau
menjualku,memerdekakan atau tetap menjadikan aku sebagai hamba”
Dalam hal tersebut, di nyanyikan
sair kepadaku sbb:
Saya berpendapat,bahwa hak sang
Guru adalah hak yang paling hakiki,yang terwajib untuk di jaga olh setiap
muslim.demi memuliakan,perlu dihadiahkan kepadanya seribu dirham untuk satu
huruf pelajaranya.
Sesungguhnya orang yang mengajari
kamu sepatah ilmu yang dibutuhkan dalam urusan agama adalah menjadi bapakmu
dalam beragama.
Adalah Guru kami, Syaikh Imam
Sadiduddin Asy Syairozi berkata: Para Guru kami berpesan “Barang siapa ingin
anaknya menjadi orang alim, maka dianjurkan suka berbakti kepada Fuqoha’ yang
terasingkan,menghormati serta memuliyakan serta menghaturkan sesuatu kepada
mereka; jika ternya anaknya tidak menjadi alim maka cucunya kelak”.
Di antara perbuatan menghormati
Guru adalah tidak melintas di hadapanya,tidak menduduki tempat duduknya,tidak
memulai berbicara kecuali atas izinya,tidak banyak bicara di sebelahnya dan
tidak menanyakan sesuatu yang membosankannay; hendaklah pula ,mengambil waktu
yang tepat dan jangan pernah mengetuk pintu tetapi bersabarlah sampai beliau
keluar.
Pada pokoknya adalah mencari
Ridlonya Guru,menghindari murkanya dan menjunjung tinggi perintahnya selama
tidak melanggar ajaran agama,karena tidak diperbolehkan mentaati seseorang
untuk mendurhakai Allah:-
Sebagai sabda Nabi saw:
“Sungguh,seburuk-buruk nya manusia adalahorang
yang membuang agamanya demi dunia dengan mendurhakai Allah”
Termasuk cara menghormati Guru
adalah menghormati anak-anaknya dan siapapun yang berkaitan denganya
Syaikhul Islam Burhanuddin
Shohibul Hidayah adalah Guru kami bercerita, bahwa seorang Ulama’ besar bochara
sedang duduk di majlis pengajian; di tengah pengajian itu terkadang ia berdiri,
lalu orang-orang menanyakan hal demikian,dan jawabnya “Sebetulnya putra Guruku
sedang bermain bersam anak-anak di halaman, dan terkadang ia mendekat ke pintu
masjid; maka setiap kali melihatnya akupun berdiri demi menghormati Guruku”.
Qodli Imam Fakhruddin Al
Arsyabandi,ketua para imam di Marwa yang sangat dihormati oleh Sultan , pernah
berkata: “Saya memperoleh kedudukanku ini karena pengabdian kepada Guru; bahwa
saya mengabdi kepada Guruku Qadli Imam Abu Yazid Ad Dabbusi, berkhidmah dan
memasakan makanan beliau selama tiga puluh tahun tanpa pernah ikut memakanya
sekalipun”.
Adalah Syaikh Imam yang Mulia Syamsul Aimmah Al HUlwani,ra,
karena suatu peristiwa beliau keluar dari bochara untuk menempat di
perkampungan selama beberapa hari;
banyak para murid yang mengunjungi Beliau, kecuali Syaikh Imam Abu Bakar bin
Muhammad Az Zaranji,ra ; ketika keduanya bertemu maka Al Hulwani bertanya “Mengapa
engkau tidak mengunjungi aku?”, jawab Az Zaranji “Maafkan,kami telah merawat
ibunda ”, kata Al Hulwani kemudian “Anda di anugrahi panjang umur tapi tidak
mendapat buah manisnya pelajaran”,-
Dan akir kejadianya memang
demikian, sebagaian besar hari-hari nya Az Zaranji habis di perkampungan sehingga
kesulitan belajar lebih lanjut.
Barang siapa yang melukai hati
Gurunya,maka tertutuplah keberkahan ilmunya dan hanya sedikit manfaat ilmu yang
dapat dipetiknya.
Penyair berkata :
Sesungguhnya Guru dan
Dokter,kedua-duanya tidak bakal mendiagnosa jika tidak di hormati.jika kau
abaikan dokter, sabarkanla penyakitmu,jika kau abaikan Guru,terimalah
kebodohanmu.
Satu hikayat : Kholifah Harun Ar
Rosyidmengirimkan anaknya kepada Al Asma’I, untuk belajar ilmu dan adab. Pada
suatu hari khalifah melihat Al Asma’I sedang berwudlu dan membasuh sendiri
kakinya,sedangkan si putra khalifah menuangkan airnya saja; maka sang khalifah
menegur hal itu katanya “Anaku saya kirim kemari agar tuan mengajar dan
mendidiknya,mengapa tidak tuan perintahkan agar satu tanganya menuangkan air
dan tangan satunya lagi membasuh kakimu?”[3].
Berangan-berangan, berfikir yang
mendalam kemudian melakukan shalat istikharah, kepada siapa ia harus mengambil
ilmu dan mencari bagusnya budi pekerti darinya. Jika memungkinkan seorang
pelajar, hendaklah memilih guru yang sesuai dalam bidangnya, ia juga mempunyai
sifat kasih sayang, menjaga muru’ah (etika), menjaga diri dari perbuatan yang
merendahkan mertabat seorang guru.Ia juga seorang yang bagus metode pengajaran
dan pemahamannya.Diriwayatkan dari sebagian ulama’ salaf: “Ilmu iniadlah agama,
maka perhatikanlah dari siapa kalian mengambil atau belajar agama kalian”[4].
C.
Memuliakan Kitab
Salah satu penghormatan terhadap
ilmu adalah memuliakan kitab; maka dari itu dianjurkan kepada penuntut ilmu agar
tidak mengambil kitab kecuali dalam keadaan suci.
Hikayat, bahwa Syaikh Syamsul
Aimmah Al Hulwani, ra, pernah berkata: “Sesungguhnaya saya berhasil mendapatkan
ilmu iniadalah dengan penghormatan,karena saya tidak pernah menyentuh kertas
belajar selain dalam keadaan suci”.
Syaikh Imam Syamsul Aimmah As
Sarkhasi, ra,pernah sakit perutpada suatu malam dimana beliau tengah serius
belajar, maka beliau pun berwudlu berulang-ulang sehingga 17 kali,karena tidak
pernah belajar kecuali dalam keadaan suci;-
Demikianlah, karena ilmu adalah
Nur dan wudlu juga Nur,maka Nur ilmu menjadi semakin cemerlang.
Di antara penghormatan wajib
terhadap kitab adalah jangan menjulurkan kaki kea rah kitab,hendaklah meletakan
kitab tafsir di atas kitab yang lain dengan niat memuliakan,dan tidak meletakan
barang apapun di atas kitab.
Syaikh Burhanuddin, ra, adalah
Guru kami,menyitir khikayat dari seorang Syaikh,bahwa ada seorang Faqih
meletakan botol tinta di atas kitab kemudian Syaikh itu mengingatkan dalam
bahasa Persia “Tidak berbuah ilmumu !”.
Guru kami yang lain, Qodli Imam
Besar Fakhruddin ysng popular dengan Qodli khan, ra, member komentar “Jika
berbuat demikian itu tidak dimaksudkan meremehkan kitab maka tidak
mengapa,meski lebih baik menghindarinya”.
Termasuk arti memuliakan kitab
ialah menulisnya sebagus mungkin,jangan corat-coret dan jangan pula membuat
catatan-catatan yang mengamburkan tulisan kitab,kecuali keadaan terpaksa.
Imam Abu Hanifah, ra, pernah
melihat penulis yang mana tulisanya kacau, kemudian ujar beliau “Jangan bikin
kacau tulisanmu,jika kau masih hidup akan menyesaldan jika kau mati akan di
maki”; maksunya, jika kau tua dan matamu rabun maka akan menyesal sendiri”.
Diceritakan dari Syaikhul Islam
Muhammad Majduddin Ash Sharhaki, ra, berkata: “Kami menyesali tulisan kami yang
kacau,catatan kami yang tidak lengkap dan pengetahuan kami yang tidan
komprehensif”.
Dianjurkan hendaklah format kitab
itu persegi empat,sebagaimana format kitab Abu Hanifah, ar; karena format demikian lebih memudahkan
untuk mengambil,meletakan dan mengkajinya.
Sebaiknya pula tidak ada warna
merah di dalam kitab,karena merah itu warna filosof dan bukan warna (simbol)
Ulama’ salaf; bahkan ada dari sebagian dari Guru kami yang tidak berkenan naik
kendaraan berwarna merah.
D.
Menghormati Teman
Salah satu memuliakan ilmu
adalah,menghormati teman belajar dan Guru yang mengajar;
Berkasih – sayang itu perbuatan
tercela kecuali dalam rangka mencari ilmu;
Karena itu murid dianjurkan
berkasih-mesra dengan Guru dan teman-teman sebangku pelajaranya agar dengan
mudah mendapatkan pengetahuan dari mereka.
E.
Sikap Khidmat
Dianjurkan kepada penuntut ilmu
agar memperhatikan seluruh ilmu dan hikmah dengan penuh ta’dhim serta
hormat,meskipun telah seribu kali ia mendengarkan keterangan dan hikmah yang
itu-itu juga.
Ada dikatakan: “Barang siapa
ta’dhimnya setelah seribu kali berulang
tidak sepeti ta’dhimnya yeng pertama kali,maka dia bukan ahli ilmu”.
F.
Pemilihan Bidang Studi
Dianjurkan untuk penuntut ilmu
agar tidak memilih sendiri bidang studinya,tetapi menyerahkan hal itu
sepenuhnya kepada Guru; demikianlah,karena Guru telah sering melakukan uji
cobasehingga lebih tahu tentang apa yang terbagus untuk seseorang dan sesuai
dengan bakatnya.
Berkata Syaikhul Islam Imam yang
memuliakan Ustadz Burhanul Haq wad Din; “Para penuntut ilmu zaman dahulu
menyerahkan urusan belajar kepada Guru dan ternyata sukses dalam mencapai
target dan tujuan mereka,tetapi zaman sekarang memilih sendiri bidang studi
mereka dan akhirnya gagal; mendapatkan ilmu dan fiqih”
Hikayat: pada mulanya Muhammad
bin Isma’il Al Bukhari, ra, belajar mencatat pelajaran shalat kepada Syaikh
Muhammad Ibnul Hasan, ra,kemudian beliau memerintahkan “Silahkan pergi belajar
ilmu Hadits”setelah ibnul Hasan melihat bidang studi tersebut lebih pas dengan
bakatnya; kemudian Al Bukhari pergi belajar ilmu hadits, dan akhirnya menjadi
imam hadits yang paling terkemuka.
G.
Posisi Tempat Duduk
Dianjurkan kepada penuntut ilmu
agar di waktu belajar jangan duduk terlalu dekat dengan Guru,kecuali dalam
keadaan terpaksa;-
Tetapi hendaklah mengambil jarak
antara keduanya sejauh busur panah,karena posisi demikian itu lebih
menghormati.
H.
Menghindari Akhlak Tercela
Dianjurkan kepada penuntut ilmu
hendaklah menghidari dari akhlak tercela,karena hal tersebut ibarat anjing;
padahal Nabi SAW bersabda “Malaikat tidak akan memasuki rumah yang di situ
terdapat patung atau anjing”, sedang manusia belajar dengan perantara malaikat.
Mengenai Akhlak tercela itu
sendiri dapat dipelajari dari kitab akhlak, sedang kitab ta’lim muta’alim ini
tidak memuat pelajaran tersebut.
Khususnya, yang harus
diantisipasi adalah sikap sombong,karena dengan sombong itu maka tidak bakal
diperoleh ilmu.
Ada syair dikatakan:
Ilmu itu musuh bagi orang
sombong,laksana banjir,juga musuh dataran tinggi[5].
Ø bersikap wara’ ketika menuntut ilmu
A.
Arti Waro’
Dalam masalah Waro’ ini,sebagaian
ulama’ meriwayatkan hadits Nabi SAW.: “Barang siapa tidak berbuat waro’ ketika
belajar,maka Allah akan memberikan cobaan salah satu dari tiga macam: dimatikan
dalam usia muda,ditempatkan di tengah komunitas orang bodoh,atau di jadikan
abdi penguasa”,-
Tapi bila berbuat waro’ ketika
belajar, maka ilmunya akan bermanfaat,belajarnya mudah, dan faedahnya
berlimpah.
Termasuk perbuatan waro’ adalah
menghindari perut kenyang,terlalu banyak tidur dan banyak ngobrol yang tidak
berguna;-
Salah satu faedah mempersedikit
makan adalah badan menjadi sehat dan mencegah penyakit tubuh. Karena penyebab
hinggapnya penyakit adalah terlalu banyak makan dan minum, sebagaimana yang
dikatakan dalam sebuah syair:
Sesungguhnya
penyakit yang kau saksikan itu kebanyakan
Timbul
dari makanan dan minuman[6].
Dan jika mungkin hendaklah
menghindari makan makanan pasar,karena makanan pasar itu cenderung najis dan
kotor,jauh dari dzikrulloh bahkan cenderung lengah,dan orang-orang faqir
melihatnya tetapi tidak mampu membelinya sehingga mereka tersiksa
karenanya-maka hilanglah berkah makanan itu.
Sebuah hikayat: Syaikh Imam yang
mulia Muhammad ibnul Fadhal pada masa belajarnya tidak pernah makan makanan
pasar.Ayahanda Muhammad,yaitu Fadhal, tinggal di kampong,setiap hari mengirim
makanan kerumahnya. Pada suatu hari Fadhal melihat roti di rumah anaknya,iapun
maran dan enggan berbicara kepadanya. Muhammad mohon maaf dan menjelaskan “Saya
tidak membeli roti itu dan saya pun tidak memakanya, tetapi itu pemberian
temanku”, lalu sang ayah menimpali “Bila kamu berhati-hati dan wira’i,niscaya
temanmu tidak akan sembarangan seperti itu”.
Demikian pelajar tempo dulu
berbuat waro’,dan ternyata mereka mendapat taufiq ilmu dan penyebaranya sehingga
keharuman nama mereka abadi sepanjang masa.
Seorang ahli fiqih yang zuhud
berpesan kepada muridnya: “Hindarilah perbuatan ghibah dan bergaul dengan orang
yang banyak bicara”, dan katanya lagi: orang yang banyak bicara itu mencuri
umurmu dan membuang waktumu sia-sia.
Termasuk waro’ juga adalah
menghindari dari orang yang suka berbuat anarkhi,ma’siat dan pemalas; (Tapi
bergaulah bersama orang-orang sholih) karena pergaulan itu pasti membawa
pengaruh.
B.
Menghadap Kiblat
Hendaklah duduk menghadap qiblat sewaktu
belajar,mengikuti sunnah Nabi SAW,memohon do’anya para ulama’ ahli kebajikan
dan menghindari do’anya orang teraniaya; semua itu termasuk perbuatan waro’.
Suatu hikayat: ada dua orang yang
pergi merantau untuk belajar, kemudian merekapun belajar bersama. Setelah
beberapa tahun berlalan mereka kembali pulang kampong,dan hasilnya satu menjadi
orang alim dan satunya tidak.tergelitik pada realitas tersebut, para fuqoha’
seluruh negeri menanyakan perilku mereka berdua,ulangan belajar mereka dan
duduk mereka. Akhirnya diperoleh banyak informasi dari banyak pihak, bahwa
posisi duduk orang yang alim saat mengulang pelajaranya selalu menghadap qiblat
dan kota dimana ia mendapatkan ilmu, sedang orang yang tidak alim tadi slalu
membelakangi qiblat dan tidak menghadap
kota dimana ia mendapatkan ilmu.
Maka para ulama’ dan fuqoha’
sependapat bahwa, orang yang menjadi alim tadi atas berkah menghadap qiblat,
karena hal ini hukumnya sunah kecuali dalam keadaan darurat; juga atas
berkah doa kaum muslimin, karena kota tempat
ia belajar itu tiadak pernah sepi dari pra ahli ibadah dan ahli
kebajikan-tegasnya, paling tidak selalu ada seorang ahli ibadah yang mendo’akan
dia si malam hari.
C.
Pranata Spiritual dan Sunah
Dianjurkan juga para penuntut
ilmu mengabaikan adab (etika spiritual) dan perbuatan sunnah; karena siapa yang
mengabaikan adab akan tertutup dari sunnah,siapa yang mengabaikan sunnah akan
tertutup dari fardhu, dan siapa yang mengabaikan fardhu akan tertutup dari
akhirat. Sebagaian ulama’ mengatakan bahwa hal demikian adalah hadist Rosul
SAW.
Di anjurkan lagi agar
banyak-banyak mengerjakan sholat sunnah dan melaksanakan shalat dengan khusyu’,
karena hal demikian dapat mendorong kesuksesan dan memudahkan belajar.
Sair gubahan Syaikh Imam yang
mulia Az Zahid Al Hajjaj Najmuddin Umar bin Muhammad An Nasafi, di bawakan
untuku :
Amalkan perintah jauhi
larangan,terus menerus,peliharalah sholat,terus menerus.
Pelajarilah ilmu syari’at,sepenuh
hati,memohonlah pertolongan dengan amal yang suci, engkau akan menjadi faqih
yang mengayomi.
Memohonlah agar kuat hafalanmu
kepada ilahi,demi demi kecintaanmu fi fadhli, Dialah Allah, sebagus-bagus yang
melindungi.
Imam Nasafi, ra, bersair lagi :
Taatlah,seriuslah,jangan
bermalasan,kalian pasti kembali menghadap tuhan.
Jangan tidur melulu; orang yang
terpuji yaitu yang sedikit tidurnya di malam berlalu.
Dianjurjkan kepada pelajar agar
senantiasa membawa buku untuk di pelajari. Diucapkan jata mutiara: “Siapa tidak
ada buku di sakunya, maka tidak ada hikmah di hatinya”.
Dianjurkan agar buku itu putih
bersih dan juga membawa bolpoin,guna mencatat apapun yang di dengar dari para
orang alim. Di atas telah kami sebutkan hadits riwayat Hilal bin Yasar yang
menjelaskan hal tersebut[7].
v ETIKA
PENGAJAR
Ø Aklaq
Guru ketika mengajar
Ustazd
dalam mengajar hendaknya dirinya bersih dari segala hadts dan kotoran , selain
harus berpakaian rapi, memakai wangi-wangian dan menggunakan pakaian yang
pantas dan layak untuk dipakai ketika bersama dengan teman-teman, dan ustazd
yang lainnya. Semuanya itu di lakukan dengan niatan untuk mengagungkan,
mumuliakan dan menghormati ilmu , selain itu ketika untuk menghormati syari’at
agama islam dan sebagai upaya untuk taqarrub ilallah, mendekatkan diri kepada
sang penguasa alam , Allah SWT, menyebarkan ilmu, dan menghidupkan syari’at.
Menyampaikan
pesan-pesan Allah melalui hukum-hukumnya yang telah dipercayakan kepada seorang
ulama’ dan memerintahkan untuk menyebar luaskan agaman-Nya. Selalu menumbuh
kembangkan ilmu pengetahuan dengan cara mengatakan yang benar dan selalu
kembalai kepada kebenaran yang haqiqi. Berkumpul untuk zdikir kepada Allah,
menyampaikan salam kepada sesama muslim dan berdo’a untuk para ulama’ pendahulu
kita ( salafussalihin )[8].
Ketika
ustazd keluar dari rumah untuk mengajar, seorang ustazd hendaknya berdo’a
dengan do’a yang telah di ajarkan oleh nabi Muhammad SAW ;
“
Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari kesesatan dan disesatkan, dari
kegelinciran dan digelincirkan, dari berbuat zalim dan di zalimi, dari berbuat
bodoh dan di bodohi. Ya Allah yang Maha Agung, pertolongan-mu dan Maha Puji-Mu
dan tidak ada Tuhan yang layak di sembah selain Engkau . Aku mohon penjagaan
kepada Allah dan aku tawakkal kepada-Mu. Tidak ada daya dan kekuatan ( untuk
menolak kemaksiatan dan berbuat ketaatan ) kecuali dengan pertolonganmu.
Ya Allah, teguhkanlah hatiku dan tampakkan kebenaran di lisanku “dan terus
ingat kepada Allah dan membaca sholawat ketika di tempat belajar mengajar[9].
Dan
jika telah sampai di sekolah ( kelas ) hendaknya seorang ustazd memberi salam
kepada para muridnya atau santri, para hadirin dan duduk menghadap ke arah
kiblat ( jika memungkinkan ) , menjaga sikap dengan baik, tenang, berwibawa,
tawadlu’ dan khusu’ sambil duduk bersila atau duduk di atas kursi dengan baik
dan sopan.
Hendaknya
seorang ustazd menjaga dirinya dari hal-hal yang mengurangi kewibawaannya,
seperti duduk berdesakan dengan yang lain, memeprmainkan kedua tangannya,
memasukan deriji yang satu dengan deriji yang lain, memperhatikan kesan kemari
dengan mempermainkan kdua bola matanya tanpa hajat.
Selain
itu hendaknya seorang ustazd menjauhkan dirinya dari bersenda gurau dan sering
tertawa , karena hal itu mengurangi kewibawaan dan menjatuhkan harga dan
martabat seorang ustazd.
Ustazd
hendaknya tidak mengajar di waktu perut dalam keadaan lapar, haus dan dahaga.
Juga tidak sat marah, cemas, ngantuk ataupun di waktu panas dan dingin yang
berlebihan[10].
Di
samping itu ustazd hendaknya duduk dengan menampakkan dirinya supaya bisa
dilihat oleh para santrinya, murid, dan para hadirin supaya mereka memuliakan
seorang guru yang berilmu, tua, kebagusannya, dan kemuliaannya, serta
memuliakan dan mengutamakannya untuk di jadikan sebagi imam shalat. Di samping
itu harus berbuat dan berkata-kata dengan bahasa yang lemah lembut terhadap
orang laim dan menghotmati mereka dengan ucapan yang baik, menampakkan wajah
yang berseri-seri dan penghormatan yang sangat luar biasa.
Ustazd
hendaknya berdiri untuk menghormati para pemimpin islam sebagai ungkapan rasa
penghormatan, dan melihat kepada para hadirin dengan tujuan untuk menghormati
ala kadanya saja, terlebih lagi terhadap orang yang mengajak bicara dan
bertanya tentang sesuatu dan orang yang menemuinya , mereka semua harus
didengarkan dengan penuh perhatian dan konsentrasi meskipun merka orang-orang
yang masih kecil dan orang hina dina , apabila hal seperti itu tidak di
lakukan oleh seorang ustazd maka ia telahmenampakkan prilaku dan
perbuatan orang orang yang sombong[11].
Ustazd
sebelum memulai mengajar, hendaknya di mulai dengan mengucapkan atau membaca
sebagian Al Qur;an sebagai tabarrukan ( mengharap barakah ) untuk kebaikan
dirinya sendiri, para santri, orang yang hadir, kaum muslimin, dan mereka yang
membantu kesuksesan pendidikan, seperti orang yang memberikan waqaf , kalau
memang ada orang yang memberikan waqaf dan sebagainya. Kemudian di susl dengan
memabaca ta’awwuzd, basmalah, hamdalah, shalawat pada nabi dan para
pengikutnya, sera meminta kerelaan terhadap pemimpin kaum muslimin[12].
Jika
pelajaranya banyak, hendaknya di dahulukan pelajaran yang paling mulia terlebih
dahulu, yang mulia dan seterusnya. Yakni mendahuliukan pelajaran tafsir,
hadits, ushuluddin, ushul fiqh, kitab-kitab mazhab, nahwu dan di akhiri dengan
kitab-kitab raq’iq ( kitab yang memperhalus watak ) supaya santri
bisa mengambil pelajaran dari cara-cara pembersihan hati.
Hendaknya
seorang Ustazd meneruskan pelajaran-pelajaran yang belum diselesaikan dengan
baik dan menghentikan pelejaran jika sudah selesai materi pembahasan. Jangan
sampai menyebutkan pembahasan-pembahasan yang bisa membingungkan santri, tidak
memberikan jawaban yang jelas, baik dalam masalah agama atau pelajaran
dan baru di tuntaskan jawabanya pada materi-materi yang akan datang .
Bahkan seorang guru harus mampu menjelaskan permasalahan secara mendetaild an
menyeluruh atau menundanya sekalian , karena mengandung unsur mafsadat (
kerusakan ), apalagi forum tersebut di hadiri orang golongan umum baik, kaum
cerdika pandai, para ulama’ dan orang – orang awam.
Janganlah
memperpanjang dan memperpendek pelajaran sehingga menimbulkan kebosanan dan
kerusakan pemahaman, ketika belajar selalu menjaga kemaslahatan umum, baik
ketika memberikan keterangan dan penjalasan. Di samping itu janganlah membahas
sebuah persoalan kecuali pada forum-forum resmi, sebuah forum yang di
pergunakan untuk pembahasan sebuah ilmu pengetahuan, tidak boleh memajukan atau
menunda jadwal pelaksanaan belajar kecuali adal kemaslahatan untuk umum[13].
Juga
tidak mengeraskan atau memelankan suara lebih dari sekedar kebutuhan, namun
yang lebih utama adalah bagaimana suara itu tidak terlalu melebihi batas
sehingga terdengar dri luar dan juga tidak terlalu pelan sehingga para santri,
audien sulit untuk mendegarkannya.
Al
Khatib Al Baghdadi telam meriwayatkan sebuah hadits dari nabi SAW : sesungguhnya
nabi mencintai suara yang pelan dan samar dan beliau membenci suara yang keras,
nyaring.
Namun
di dalam formu tersebut apabila terdapat orang yang kurang peka pendengarannya,
maka tidak ada masalah, dan sah sah saja untuk mengeraskan suaranya sehingga ia
mampu mendengarkannya, di samping itu tidak boleh berbicara dengqan terlalu
cepat, bahkan harus pelan-pelan sambil berfikir dan di fikirkan juga oleh para
mustami’, orang yang mendengarkannya.
Nabi
Muhammad, ketika beliau berbicara dengan orang lain, maka beliau selalu
berbicara dengan pelan-pelan, sistematis, dan terperinci sehingga bisa di
fahami oleh orang lain. Beliau ketika mengucapkan suatu kalimat selalu di
ulangi samapi tiga kali maksudnya adalah suapaya mudah di fahami. Dan ketika
beliau telah selesai dalam menjelaskan sebuah persoalan, permasalahan, atau
pokok masalah , beliau berhenti sejenak untuk memberikan kesempatan kepada
orang lain untuk mengulangi permasalahan, persoalan yang telah beliau
sampaikan[14].
Seorang
Ustazd hendaknya menjaga ruangan atau kelasnya dari kegaduhan, keramaian atau
pembahasan yang simpang siur yang tidak jelas arahnya, karena hal itu bisa
merubah terhadap lafazd.
Al
Rabi’ telah berkata : adalah imam Syafi’I apabila mengadakan debat, adu
argumentasi, mujadalah dengan orang lain , kemudian orang itu berpindah pada
masalah yang lain sbeblum tuntas, maka iamam Syafi’I berkata: aku akan
menyelesaikan masalah ini baru kemudian berpindah pada masalah yang engkau
kehendaki[15] .
BAB III
PENUTUP
·
Kesimpulan
Murid sebagai peserta didik memiliki
tugas dan tanggung jawab berupa etika dalam menuntut ilmu, yaitu :
1) Etika yang harus diperhatikan dalam belajar
Dalam hal ini Syaikh Hasyim Asy’ari
mengungkapkan ada sepuluh etika yang harus dipebuhi oleh peserta didik atau
murid, yaitu :
a. membersihkan hati dari berbagai gangguan
keimanan dan keduniawian
b. membersihkan niat
c. tidak menunda-nunda kesempatan belajar
d. bersabar dan qonaah terhadap segala macam
pemberian dan cobaan
e. pandai mengatur waktu
f. menyederhanakan makan dan minum
g. bersikap hati-hati atau wara’
h. menghindari makanan dan minuman yang
menyebabkan kemalasan yang pada akhirnya menimbulkan kebodohan
i. menyediakan waktu tidur selagi tidak
merusak kesehatan
j. meninggalkan kurang faedah (hal-hal
yang kurang berguna bagi perkembangan diri).
Dalam hal ini tidak dibenarkan
ketika seorang yang menuntut ilmu hanya menekankan pada hal-hal yang bersifat
rohaniah atau duniawiah saja, karena keduanya adalah penting.
2) Etika Seorang
Murid Terhadap Guru
Etika seorang murid murid kepada
guru, sesuai yang dikatakan oleh Hasyim Asy’ari hendaknya harus memperhatikan
sepuluh etika utama, yaitu :
a. Hendaknya selalu memperhatikan dan mendengarkan
apa yang dijelaskan atau dikatakan oleh guru
b. Memilih guru yang wara’ artinya orang
yang selalu berhati-hati dalam bertindak disamping profesionalisme
c. Mengikuti jejak guru yang baik
d. Bersabar terhadap kekerasan guru
e. Berkunjung kepada guru pada tempatnya
atau mintalah izin terlebih dahulu kalau harus memaksa keadaan pada bukan
tempatnya
f. Duduklah yang rapi dan sopan ketika
berhadapan dengan guru
g. Berbicaralah dengan sopan dan lemah
lembut
h. Dengarkan segala fatwanya
i. Jangan sekali-kali menyela ketika
sedang menjelaskan
j. Dan gunakan anggota kanan bila
menyerahkan sesuatu kepadanya.
3) Etika Murid
Terhadap Pelajaran
Dalam menuntut ilmu murid hendaknya
memperhatikan etika berikut :
a. memperhatikan ilmu yang bersifat fardhu
‘ain untuk dipelajari
b. harus mempelajari ilmu-ilmu yang
mendukung ilmu-ilmu fardhu ‘ain
c. berhati-hati dalam menanggapi ikhtilaf
para ulama
d. mendiskusikan atau menyetorkan apa yang
telah ia pelajari pada orang yang dipercayainya
e. senantiasa menganalisa, menyimak dan
meneliti ilmu
f. pancangkan cita-cita yang tinggi
g. bergaulah dengan orang berilmu lebih
tinggi (intelektual)
h. ucapkan bila sampai ditempat majlis
ta’lim (tempat belajar, sekolah, pesantren, dan lain-lain)
i. bila terdapat hal-hal yang belum
diketahui hendaknya ditanyakan
j. bila kebetulan bersamaan banyak teman,
jangan mendahului antrian bila tidak mendapatkan izin
k. kemanapun kita pergi kemanapun kita
berada jangan lupa bawa catatan
l. pelajari pelajaran yang telah diajarkan
dengan continue (istiqomah)
m.
tanamkan rasa semangat dalam belajar.
1) Etika Seorang
Guru
Seorang guru dalam menyampaikan ilmu
pada peserta didik harus memiliki etika sebagai berikut :
a. selalu mendekatkan diri kepada Allah
b. senantiasa takut kepada Allah
c. senantiasa bersikap tenang
d. senantiasa berhati-hati
e. senantiasa tawadhu’ dan khusu’
f. mengadukan segala persoalannya kepada
Allah SWT
g. tidak menggunakan ilmunya untuk
keduniawian saja
h. tidak selalu memanjakan anak didik
i. berlaku zuhud dalam kehidupan dunia
j. menghindari berusaha dalam hal-hal yang
rendah
k. menghindari tempat-tempat yang kotor atau
maksiat
l. mengamalkan sunnah nabi
m.
mengistiqomahkan membaca al-qur’an
n. bersikap ramah, ceria, dan suka
menebarkan salam
o. membersihkan diri dari perbuatan yang
tidak disukai Allah
p. menumbuhkan semangat untuk mengembangkan
dan menambah ilmu pengetahuan
q. tidak menyalahgunakan ilmu dengan
menyombongkannya
r. dan membiasakan diri menulis, mengarang
dan meringkas.
2) Etika Guru
dalam mengajar
Seorang guru ketika mengajar dan
hendak mengajar hendaknya memperhatikan etika-etika berikut :
a. mensucikan diri dari hadats dan kotoran
b. berpakaian yang sopan dan rapi serta
berusaha berbau wewangian
c. berniat beribadah ketika dalam
mengajarkan ilmu
d. menyampaikan hal-hal yang diajarkan oleh
Allah (walaupun hanya sedikit)
e. membiasakan membaca untuk menambah ilmu
pengetahuan
f. memberikan salam ketika masuk kedalam
kelas
g. sebelum belajar berdo’alah untuk para
ahli ilmu yang telah terlebih dahulu meninggalkan kita
h. berpenampilan yang kalem dan
menghindarkan hal-hal yang tidak pantas dipandang mata
i. menghindarkan diri dari gurauan dan
banyak tertawa
j. jangan sekali-kali mengajar dalam
kondisi lapar, makan, marah, mengantuk, dan lain sebagainya
k. hendaknya mengambil tempat duduk yang
strategis
l. usahakan berpenampilan ramah, tegas,
lugas dan tidak sombong
m.
dalam mengajar hendaknya mendahulukan materi yang penting dan
disesuaikan dengan profesionalisme yang dimiliki
n. jangan mengajarkan hal-hal yang bersifat
subhat yang dapat menyesatkan
o. perhatikan msing-masing kemampuan murid
dalam meperhatikan dan jangan mengajar terlalu lama
p. menciptakan ketengan dalam belajar
q. menegur dengan lemah lembut dan baik
ketika terdapat murid yang bandel
r. bersikap terbuka dengan berbagai
persoalan yang ditemukan
s. berilah kesempatan pada murid yang
datang terlambat dan ulangilah penjelasannya agar mudah dipahami apa yang dimaksud
t. dan apabila sudah selesai berilah
kesempatan kepada anak didik untuk menanyakan hal-hal yang belum dimengerti.
·
Saran
Penulis
menyadari makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, karena keterbasan dan
kekurangan,baik dalam pengetahuan maupun pengalaman. Untuk itu, penulis
mengharapkan kritik dan saran dari berbagai pihak, khususnya dosen mata kuliah
Profesi Pendidikan, serta bagi penulis
dan umumnya bagi pembaca. Amin.
DAFTAR PUSTAKA
1.
Terjemah
ta’lim muta’alim,bimbingan bagi penuntut
ilmu pengetahuan,oleh : H. Aliy As’ad,penerbit : Menara Kudus, Jl. Menara
No. 4 Kudus
2.
Kitab adabul ‘alim wa almuta’alim,ta’alif Syaikh
Hasyim Asy’ari jombang.penerbit asturost al islami pondok pesantren tebu ireng
[1] Terjemah
ta’lim muta’alim,bimbingan bagi penuntut
ilmu pengetahuan,oleh : H. Aliy As’ad,penerbit : Menara Kudus, Jl. Menara
No. 4 Kudus(hal: 35-36)
[2] Kitab adabul ‘alim wa almuta’alim,ta’alif Syaikh
Hasyim Asy’ari jombang.penerbit asturost al islami pondok pesantren tebu ireng
(hal:24)
[3] Terjemah ta’lim muta’alim,bimbingan bagi penuntut ilmu pengetahuan,oleh
: H. Aliy As’ad,penerbit : Menara Kudus, Jl. Menara No. 4 Kudus(hal: 36-43)
[4] Kitab adabul ‘alim wa almuta’alim,ta’alif Syaikh
Hasyim Asy’ari jombang.penerbit asturost al islami pondok pesantren tebu ireng (hal:29)
[5] Terjemah
ta’lim muta’alim,bimbingan bagi penuntut
ilmu pengetahuan,oleh : H. Aliy As’ad,penerbit : Menara Kudus, Jl. Menara
No. 4 Kudus(hal:52)
[6] Kitab adabul ‘alim wa almuta’alim,ta’alif Syaikh
Hasyim Asy’ari jombang.penerbit asturost al islami pondok pesantren tebu ireng (hal:26)
[7] Terjemah
ta’lim muta’alim,bimbingan bagi penuntut
ilmu pengetahuan,oleh : H. Aliy As’ad,penerbit : Menara Kudus, Jl. Menara
No. 4 Kudus(hal:128)
[8] Kitab adabul ‘alim wa almuta’alim,ta’alif Syaikh
Hasyim Asy’ari jombang.penerbit asturost al islami pondok pesantren tebu ireng (hal:71)
[9] Kitab adabul ‘alim wa almuta’alim,ta’alif Syaikh
Hasyim Asy’ari jombang.penerbit asturost al islami pondok pesantren tebu ireng (hal:72)
[10] Kitab adabul ‘alim wa almuta’alim,ta’alif Syaikh
Hasyim Asy’ari jombang.penerbit asturost al islami pondok pesantren tebu ireng (hal:72)
[11] Kitab adabul ‘alim wa almuta’alim,ta’alif Syaikh
Hasyim Asy’ari jombang.penerbit asturost al islami pondok pesantren tebu ireng (hal:73)
[12] Kitab adabul ‘alim wa almuta’alim,ta’alif Syaikh
Hasyim Asy’ari jombang.penerbit asturost al islami pondok pesantren tebu ireng (hal:73)
[13] Kitab adabul ‘alim wa almuta’alim,ta’alif Syaikh
Hasyim Asy’ari jombang.penerbit asturost al islami pondok pesantren tebu ireng (hal:74)
[14] Kitab adabul ‘alim wa almuta’alim,ta’alif Syaikh
Hasyim Asy’ari jombang.penerbit asturost al islami pondok pesantren tebu ireng (hal:75)
[15] Kitab adabul ‘alim wa almuta’alim,ta’alif Syaikh
Hasyim Asy’ari jombang.penerbit asturost al islami pondok pesantren tebu ireng (hal:75)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar