Selasa, 17 Januari 2017

Etika Pelajar dan Pengajar


BAB I
PENDAHULUAN
A.    Pengertian etika
            Etika
Dari segi etimologi, etika berasal dari bahasa Yunani,ethos yang berarti watak kesusilaan atau adat. Dalam kamus umum bahasa Indonesia, etika diartikan ilmu pengetahuan tentang azaz-azaz akhlak ( moral ). Dari pengertian kebahasaan ini terlihat bahwa etika berhubungan dengan upaya menentukan tingkah laku manusia. Adapun arti etika dari segi istilah, telah dikemukakan para ahli dengan ungkapan yang berbeda-beda sesuai dengan sudut pandangnya. Menurut para ulama’ etika adalah ilmu yang menjelaskan arti baik dan buruk, menerangkan apa yang seharusnya dilakukan oleh manusia, menyatakan tujuan yang harus dituju oleh manusia di dalam perbuatan mereka dan menunjukkan jalan untuk melakukan apa yang seharusnya diperbuat.
Berikutnya, dalam encyclopedia Britanica, etika dinyatakan sebagai filsafat moral, yaitu studi yang sitematik mengenai sifat dasar dari konsep-konsep nilai baik, buruk, harus, benar, salah, dan sebagainya.
Sementara itu menurut Profesor Robert Salomon, etika dapat dikelompokan menjadi dua definisi:
1. Etika merupakan karakter individu, dalam hal ini termasuk bahwa orang yang beretika adalah orang yang baik. Pengertian ini disebut pemahaman manusia sebagai individu yang beretika. Etika merupakan hukum sosial.
2. Etika merupakan hukum yang mengatur, mengendalikan serta membatasi perilaku manusia.

Dari definisi etika tersebut diatas, dapat segera diketahui bahwa etika berhubungan dengan empat hal sebagai berikut:
Ø  Pertama, dilihat dari segi objek pembahasannya, etika berupaya membahas perbuatan yang dilakukan oleh manusia.
Ø  Kedua dilihat dari segi sumbernya, etika bersumber pada akal pikiran atau filsafat. Sebagai hasil pemikiran, maka etika tidak bersifat mutlak, absolute dan tidak pula universal. Ia terbatas, dapat berubah, memiliki kekurangan, kelebihan dan sebagainya. Selain itu, etika juga memanfaatkan berbagai ilmu yang memebahas perilaku manusia seperti ilmu antropologi, psikologi, sosiologi, ilmu politik, ilmu ekonomi dan sebagainya.
Ø  Ketiga, dilihat dari segi fungsinya, etika berfungsi sebagai penilai, penentu dan penetap terhadap sesuatu perbuatan yang dilakukan oleh manusia, yaitu apakah perbuatan tersebut akan dinilai baik, buruk, mulia, terhormat, hina dan sebagainya. Dengan demikian etika lebih berperan sebagai konseptor terhadap sejumlah perilaku yang dilaksanakan oleh manusia. Etika lebih mengacu kepada pengkajian sistem nilai-nilai yang ada.
Ø  Keempat, dilihat dari segi sifatnya, etika bersifat relatif yakni dapat berubah-ubah sesuai dengan tuntutan zaman.
Dengan ciri-cirinya yang demikian itu, maka etika lebih merupakan ilmu pengetahuan yang berhubungan dengan upaya menentukan perbuatan yang dilakukan manusia untuk dikatan baik atau buruk. Berbagai pemikiran yang dikemukakan para filosof barat mengenai perbuatan baik atau buruk dapat dikelompokkan kepada pemikiran etika, karena berasal dari hasil berfikir. Dengan demikian etika sifatnya humanistis dan antroposentris yakni bersifat pada pemikiran manusia dan diarahkan pada manusia. Dengan kata lain etika adalah aturan atau pola tingkah laku yang dihasilkan oleh akal manusia.

B.     Tujuan

Mengkaji etika pelajar dan pengajar dan mendiskusikanya dalam konteks kekinian
  
C.    Rumusan masalah

a)      Menjelaskan etika pelajar dan pengajar
b)      Membandingkan idealita dan realita tentang konsep etika pelajar dan pengajar



BAB II
PEMBAHASAN

v ETIKA PELAJAR

Ø Penghormatan terhadap ilmu dan ulama

A.    Menghargai Ilmu
ketahuilah,bahwa pelajar tidak akan mendapat ilmu dan juga tidak akan memetik manfaat ilmu selain dengan menghargai ilmu dan menghormati ahli ilmu (Ulama’),menghormat Guru dan memulyakanya;
Disebut kata mutiara: “Tiada keberhasilan seseorang dalam mencapai sesuatu kecuali dengan menghormatinya,dan tiada kegagalanya selain karena tidak mau menghormatinya” ;
Disebut kata mutiara: “Penghormatan lebih penting dari pada ketaatan; bukanlah engkau tahu bahwa manusia tidak menjadi kafir karena berbuat ma’siat,tapi bisa kafir karena meremehkan dan tidak menghormat”[1].
Harus mensucikan hatinya dari setiap sesuatu yang mempunyai unsur menipu, kotor, penuh rasa dendam, hasud, keyakinan yang tidak baik, dan budi pekerti yang tidak baik, hal itu dilakukan supaya ia  pantas untuk menerima ilmu, menghafalkannya, meninjau kedalaman maknanya dan memahami makna yang tersirat”[2].
B.     Menghormat Guruu
Salah satu memuliakan ilmu ialah memuliakan sang Guru,sebagaimana Sayyidina Ali, Kw,berkata: “saya menjadi hamba kepada orang yang mengajariku satu huruf ilmu; terserah ia mau menjualku,memerdekakan atau tetap menjadikan aku sebagai hamba”
Dalam hal tersebut, di nyanyikan sair kepadaku sbb:
Saya berpendapat,bahwa hak sang Guru adalah hak yang paling hakiki,yang terwajib untuk di jaga olh setiap muslim.demi memuliakan,perlu dihadiahkan kepadanya seribu dirham untuk satu huruf pelajaranya.
Sesungguhnya orang yang mengajari kamu sepatah ilmu yang dibutuhkan dalam urusan agama adalah menjadi bapakmu dalam beragama.
Adalah Guru kami, Syaikh Imam Sadiduddin Asy Syairozi berkata: Para Guru kami berpesan “Barang siapa ingin anaknya menjadi orang alim, maka dianjurkan suka berbakti kepada Fuqoha’ yang terasingkan,menghormati serta memuliyakan serta menghaturkan sesuatu kepada mereka; jika ternya anaknya tidak menjadi alim maka cucunya kelak”.
Di antara perbuatan menghormati Guru adalah tidak melintas di hadapanya,tidak menduduki tempat duduknya,tidak memulai berbicara kecuali atas izinya,tidak banyak bicara di sebelahnya dan tidak menanyakan sesuatu yang membosankannay; hendaklah pula ,mengambil waktu yang tepat dan jangan pernah mengetuk pintu tetapi bersabarlah sampai beliau keluar.
Pada pokoknya adalah mencari Ridlonya Guru,menghindari murkanya dan menjunjung tinggi perintahnya selama tidak melanggar ajaran agama,karena tidak diperbolehkan mentaati seseorang untuk mendurhakai Allah:-
Sebagai sabda Nabi saw: “Sungguh,seburuk-buruk nya manusia adalahorang  yang membuang agamanya demi dunia dengan mendurhakai Allah”
Termasuk cara menghormati Guru adalah menghormati anak-anaknya dan siapapun yang berkaitan denganya
Syaikhul Islam Burhanuddin Shohibul Hidayah adalah Guru kami bercerita, bahwa seorang Ulama’ besar bochara sedang duduk di majlis pengajian; di tengah pengajian itu terkadang ia berdiri, lalu orang-orang menanyakan hal demikian,dan jawabnya “Sebetulnya putra Guruku sedang bermain bersam anak-anak di halaman, dan terkadang ia mendekat ke pintu masjid; maka setiap kali melihatnya akupun berdiri demi menghormati Guruku”.
Qodli Imam Fakhruddin Al Arsyabandi,ketua para imam di Marwa yang sangat dihormati oleh Sultan , pernah berkata: “Saya memperoleh kedudukanku ini karena pengabdian kepada Guru; bahwa saya mengabdi kepada Guruku Qadli Imam Abu Yazid Ad Dabbusi, berkhidmah dan memasakan makanan beliau selama tiga puluh tahun tanpa pernah ikut memakanya sekalipun”.
Adalah Syaikh Imam  yang Mulia Syamsul Aimmah Al HUlwani,ra, karena suatu peristiwa beliau keluar dari bochara untuk menempat di perkampungan  selama beberapa hari; banyak para murid yang mengunjungi Beliau, kecuali Syaikh Imam Abu Bakar bin Muhammad Az Zaranji,ra ; ketika keduanya bertemu maka Al Hulwani bertanya “Mengapa engkau tidak mengunjungi aku?”, jawab Az Zaranji “Maafkan,kami telah merawat ibunda ”, kata Al Hulwani kemudian “Anda di anugrahi panjang umur tapi tidak mendapat buah manisnya pelajaran”,-
Dan akir kejadianya memang demikian, sebagaian besar hari-hari nya Az Zaranji habis di perkampungan sehingga kesulitan belajar lebih lanjut.
Barang siapa yang melukai hati Gurunya,maka tertutuplah keberkahan ilmunya dan hanya sedikit manfaat ilmu yang dapat dipetiknya.
Penyair berkata :
Sesungguhnya Guru dan Dokter,kedua-duanya tidak bakal mendiagnosa jika tidak di hormati.jika kau abaikan dokter, sabarkanla penyakitmu,jika kau abaikan Guru,terimalah kebodohanmu.
Satu hikayat : Kholifah Harun Ar Rosyidmengirimkan anaknya kepada Al Asma’I, untuk belajar ilmu dan adab. Pada suatu hari khalifah melihat Al Asma’I sedang berwudlu dan membasuh sendiri kakinya,sedangkan si putra khalifah menuangkan airnya saja; maka sang khalifah menegur hal itu katanya “Anaku saya kirim kemari agar tuan mengajar dan mendidiknya,mengapa tidak tuan perintahkan agar satu tanganya menuangkan air dan tangan satunya lagi membasuh kakimu?”[3].
Berangan-berangan, berfikir yang mendalam kemudian melakukan shalat istikharah, kepada siapa ia harus mengambil ilmu dan mencari bagusnya budi pekerti darinya. Jika memungkinkan seorang pelajar, hendaklah memilih guru yang sesuai dalam bidangnya, ia juga mempunyai sifat kasih sayang, menjaga muru’ah (etika), menjaga diri dari perbuatan yang merendahkan mertabat seorang guru.Ia juga seorang yang bagus metode pengajaran dan pemahamannya.Diriwayatkan dari sebagian ulama’ salaf: “Ilmu iniadlah agama, maka perhatikanlah dari siapa kalian mengambil atau belajar agama kalian”[4].
C.    Memuliakan Kitab
Salah satu penghormatan terhadap ilmu adalah memuliakan kitab; maka dari itu dianjurkan kepada penuntut ilmu agar tidak mengambil kitab kecuali dalam keadaan suci.
Hikayat, bahwa Syaikh Syamsul Aimmah Al Hulwani, ra, pernah berkata: “Sesungguhnaya saya berhasil mendapatkan ilmu iniadalah dengan penghormatan,karena saya tidak pernah menyentuh kertas belajar selain dalam keadaan suci”.
Syaikh Imam Syamsul Aimmah As Sarkhasi, ra,pernah sakit perutpada suatu malam dimana beliau tengah serius belajar, maka beliau pun berwudlu berulang-ulang sehingga 17 kali,karena tidak pernah belajar kecuali dalam keadaan suci;-
Demikianlah, karena ilmu adalah Nur dan wudlu juga Nur,maka Nur ilmu menjadi semakin cemerlang.
Di antara penghormatan wajib terhadap kitab adalah jangan menjulurkan kaki kea rah kitab,hendaklah meletakan kitab tafsir di atas kitab yang lain dengan niat memuliakan,dan tidak meletakan barang apapun di atas kitab.
Syaikh Burhanuddin, ra, adalah Guru kami,menyitir khikayat dari seorang Syaikh,bahwa ada seorang Faqih meletakan botol tinta di atas kitab kemudian Syaikh itu mengingatkan dalam bahasa Persia “Tidak berbuah ilmumu !”.
Guru kami yang lain, Qodli Imam Besar Fakhruddin ysng popular dengan Qodli khan, ra, member komentar “Jika berbuat demikian itu tidak dimaksudkan meremehkan kitab maka tidak mengapa,meski lebih baik menghindarinya”.
Termasuk arti memuliakan kitab ialah menulisnya sebagus mungkin,jangan corat-coret dan jangan pula membuat catatan-catatan yang mengamburkan tulisan kitab,kecuali keadaan terpaksa.
Imam Abu Hanifah, ra, pernah melihat penulis yang mana tulisanya kacau, kemudian ujar beliau “Jangan bikin kacau tulisanmu,jika kau masih hidup akan menyesaldan jika kau mati akan di maki”; maksunya, jika kau tua dan matamu rabun maka akan menyesal sendiri”.
Diceritakan dari Syaikhul Islam Muhammad Majduddin Ash Sharhaki, ra, berkata: “Kami menyesali tulisan kami yang kacau,catatan kami yang tidak lengkap dan pengetahuan kami yang tidan komprehensif”.
Dianjurkan hendaklah format kitab itu persegi empat,sebagaimana format kitab Abu Hanifah,  ar; karena format demikian lebih memudahkan untuk mengambil,meletakan dan mengkajinya.
Sebaiknya pula tidak ada warna merah di dalam kitab,karena merah itu warna filosof dan bukan warna (simbol) Ulama’ salaf; bahkan ada dari sebagian dari Guru kami yang tidak berkenan naik kendaraan berwarna merah.


D.    Menghormati Teman
Salah satu memuliakan ilmu adalah,menghormati teman belajar dan Guru yang mengajar;
Berkasih – sayang itu perbuatan tercela kecuali dalam rangka mencari ilmu;
Karena itu murid dianjurkan berkasih-mesra dengan Guru dan teman-teman sebangku pelajaranya agar dengan mudah mendapatkan pengetahuan dari mereka.
E.     Sikap Khidmat
Dianjurkan kepada penuntut ilmu agar memperhatikan seluruh ilmu dan hikmah dengan penuh ta’dhim serta hormat,meskipun telah seribu kali ia mendengarkan keterangan dan hikmah yang itu-itu juga.
Ada dikatakan: “Barang siapa ta’dhimnya  setelah seribu kali berulang tidak sepeti ta’dhimnya yeng pertama kali,maka dia bukan ahli ilmu”.
F.     Pemilihan Bidang Studi
Dianjurkan untuk penuntut ilmu agar tidak memilih sendiri bidang studinya,tetapi menyerahkan hal itu sepenuhnya kepada Guru; demikianlah,karena Guru telah sering melakukan uji cobasehingga lebih tahu tentang apa yang terbagus untuk seseorang dan sesuai dengan bakatnya.
Berkata Syaikhul Islam Imam yang memuliakan Ustadz Burhanul Haq wad Din; “Para penuntut ilmu zaman dahulu menyerahkan urusan belajar kepada Guru dan ternyata sukses dalam mencapai target dan tujuan mereka,tetapi zaman sekarang memilih sendiri bidang studi mereka dan akhirnya gagal; mendapatkan ilmu dan fiqih”
Hikayat: pada mulanya Muhammad bin Isma’il Al Bukhari, ra, belajar mencatat pelajaran shalat kepada Syaikh Muhammad Ibnul Hasan, ra,kemudian beliau memerintahkan “Silahkan pergi belajar ilmu Hadits”setelah ibnul Hasan melihat bidang studi tersebut lebih pas dengan bakatnya; kemudian Al Bukhari pergi belajar ilmu hadits, dan akhirnya menjadi imam hadits yang paling terkemuka.
G.    Posisi Tempat Duduk
Dianjurkan kepada penuntut ilmu agar di waktu belajar jangan duduk terlalu dekat dengan Guru,kecuali dalam keadaan terpaksa;-
Tetapi hendaklah mengambil jarak antara keduanya sejauh busur panah,karena posisi demikian itu lebih menghormati.
H.    Menghindari Akhlak Tercela
Dianjurkan kepada penuntut ilmu hendaklah menghidari dari akhlak tercela,karena hal tersebut ibarat anjing; padahal Nabi SAW bersabda “Malaikat tidak akan memasuki rumah yang di situ terdapat patung atau anjing”, sedang manusia belajar dengan perantara malaikat.
Mengenai Akhlak tercela itu sendiri dapat dipelajari dari kitab akhlak, sedang kitab ta’lim muta’alim ini tidak memuat pelajaran tersebut.
Khususnya, yang harus diantisipasi adalah sikap sombong,karena dengan sombong itu maka tidak bakal diperoleh ilmu.
Ada syair dikatakan:
Ilmu itu musuh bagi orang sombong,laksana banjir,juga musuh dataran tinggi[5].

Ø bersikap wara’ ketika menuntut ilmu

A.    Arti Waro’
Dalam masalah Waro’ ini,sebagaian ulama’ meriwayatkan hadits Nabi SAW.: “Barang siapa tidak berbuat waro’ ketika belajar,maka Allah akan memberikan cobaan salah satu dari tiga macam: dimatikan dalam usia muda,ditempatkan di tengah komunitas orang bodoh,atau di jadikan abdi penguasa”,-
Tapi bila berbuat waro’ ketika belajar, maka ilmunya akan bermanfaat,belajarnya mudah, dan faedahnya berlimpah.
Termasuk perbuatan waro’ adalah menghindari perut kenyang,terlalu banyak tidur dan banyak ngobrol yang tidak berguna;-
Salah satu faedah mempersedikit makan adalah badan menjadi sehat dan mencegah penyakit tubuh. Karena penyebab hinggapnya penyakit adalah terlalu banyak makan dan minum, sebagaimana yang dikatakan dalam sebuah syair:
Sesungguhnya penyakit yang kau saksikan  itu kebanyakan
Timbul dari makanan dan minuman[6].
Dan jika mungkin hendaklah menghindari makan makanan pasar,karena makanan pasar itu cenderung najis dan kotor,jauh dari dzikrulloh bahkan cenderung lengah,dan orang-orang faqir melihatnya tetapi tidak mampu membelinya sehingga mereka tersiksa karenanya-maka hilanglah berkah makanan itu.
Sebuah hikayat: Syaikh Imam yang mulia Muhammad ibnul Fadhal pada masa belajarnya tidak pernah makan makanan pasar.Ayahanda Muhammad,yaitu Fadhal, tinggal di kampong,setiap hari mengirim makanan kerumahnya. Pada suatu hari Fadhal melihat roti di rumah anaknya,iapun maran dan enggan berbicara kepadanya. Muhammad mohon maaf dan menjelaskan “Saya tidak membeli roti itu dan saya pun tidak memakanya, tetapi itu pemberian temanku”, lalu sang ayah menimpali “Bila kamu berhati-hati dan wira’i,niscaya temanmu tidak akan sembarangan seperti itu”.
Demikian pelajar tempo dulu berbuat waro’,dan ternyata mereka mendapat taufiq ilmu dan penyebaranya sehingga keharuman nama mereka abadi sepanjang masa.
Seorang ahli fiqih yang zuhud berpesan kepada muridnya: “Hindarilah perbuatan ghibah dan bergaul dengan orang yang banyak bicara”, dan katanya lagi: orang yang banyak bicara itu mencuri umurmu dan membuang waktumu sia-sia.
Termasuk waro’ juga adalah menghindari dari orang yang suka berbuat anarkhi,ma’siat dan pemalas; (Tapi bergaulah bersama orang-orang sholih) karena pergaulan itu pasti membawa pengaruh.
B.     Menghadap Kiblat
Hendaklah duduk menghadap qiblat sewaktu belajar,mengikuti sunnah Nabi SAW,memohon do’anya para ulama’ ahli kebajikan dan menghindari do’anya orang teraniaya; semua itu termasuk perbuatan waro’.
Suatu hikayat: ada dua orang yang pergi merantau untuk belajar, kemudian merekapun belajar bersama. Setelah beberapa tahun berlalan mereka kembali pulang kampong,dan hasilnya satu menjadi orang alim dan satunya tidak.tergelitik pada realitas tersebut, para fuqoha’ seluruh negeri menanyakan perilku mereka berdua,ulangan belajar mereka dan duduk mereka. Akhirnya diperoleh banyak informasi dari banyak pihak, bahwa posisi duduk orang yang alim saat mengulang pelajaranya selalu menghadap qiblat dan kota dimana ia mendapatkan ilmu, sedang orang yang tidak alim tadi slalu membelakangi qiblat  dan tidak menghadap kota dimana ia mendapatkan ilmu.
Maka para ulama’ dan fuqoha’ sependapat bahwa, orang yang menjadi alim tadi atas berkah menghadap qiblat, karena hal ini hukumnya sunah kecuali dalam keadaan darurat; juga atas berkah  doa kaum muslimin, karena kota tempat ia belajar itu tiadak pernah sepi dari pra ahli ibadah dan ahli kebajikan-tegasnya, paling tidak selalu ada seorang ahli ibadah yang mendo’akan dia si malam hari.
C.    Pranata Spiritual dan Sunah
Dianjurkan juga para penuntut ilmu mengabaikan adab (etika spiritual) dan perbuatan sunnah; karena siapa yang mengabaikan adab akan tertutup dari sunnah,siapa yang mengabaikan sunnah akan tertutup dari fardhu, dan siapa yang mengabaikan fardhu akan tertutup dari akhirat. Sebagaian ulama’ mengatakan bahwa hal demikian adalah hadist Rosul SAW.
Di anjurkan lagi agar banyak-banyak mengerjakan sholat sunnah dan melaksanakan shalat dengan khusyu’, karena hal demikian dapat mendorong kesuksesan dan memudahkan belajar.
Sair gubahan Syaikh Imam yang mulia Az Zahid Al Hajjaj Najmuddin Umar bin Muhammad An Nasafi, di bawakan untuku :
Amalkan perintah jauhi larangan,terus menerus,peliharalah sholat,terus menerus.
Pelajarilah ilmu syari’at,sepenuh hati,memohonlah pertolongan dengan amal yang suci, engkau akan menjadi faqih yang mengayomi.
Memohonlah agar kuat hafalanmu kepada ilahi,demi demi kecintaanmu fi fadhli, Dialah Allah, sebagus-bagus yang melindungi.
Imam Nasafi, ra, bersair lagi :
Taatlah,seriuslah,jangan bermalasan,kalian pasti kembali menghadap tuhan.
Jangan tidur melulu; orang yang terpuji yaitu yang sedikit tidurnya di malam berlalu.
Dianjurjkan kepada pelajar agar senantiasa membawa buku untuk di pelajari. Diucapkan jata mutiara: “Siapa tidak ada buku di sakunya, maka tidak ada hikmah di hatinya”.
Dianjurkan agar buku itu putih bersih dan juga membawa bolpoin,guna mencatat apapun yang di dengar dari para orang alim. Di atas telah kami sebutkan hadits riwayat Hilal bin Yasar yang menjelaskan hal tersebut[7].

v ETIKA PENGAJAR

Ø Aklaq Guru ketika mengajar
Ustazd dalam mengajar hendaknya dirinya bersih dari segala hadts dan kotoran , selain harus berpakaian rapi, memakai wangi-wangian dan menggunakan pakaian yang pantas dan layak untuk dipakai ketika bersama dengan teman-teman, dan ustazd yang lainnya. Semuanya itu di lakukan dengan niatan untuk mengagungkan, mumuliakan dan menghormati ilmu , selain itu ketika untuk menghormati syari’at agama islam dan sebagai upaya untuk taqarrub ilallah, mendekatkan diri kepada sang penguasa alam , Allah SWT, menyebarkan ilmu, dan menghidupkan syari’at.
Menyampaikan pesan-pesan Allah melalui hukum-hukumnya yang telah dipercayakan kepada seorang ulama’ dan memerintahkan untuk menyebar luaskan agaman-Nya. Selalu menumbuh kembangkan ilmu pengetahuan dengan cara mengatakan yang benar dan selalu kembalai kepada kebenaran yang haqiqi. Berkumpul untuk zdikir kepada Allah, menyampaikan salam kepada sesama muslim dan berdo’a untuk para ulama’ pendahulu kita ( salafussalihin )[8].
Ketika ustazd keluar dari rumah untuk mengajar, seorang ustazd hendaknya berdo’a dengan do’a yang telah di ajarkan oleh nabi Muhammad SAW ;
“ Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari kesesatan dan disesatkan, dari kegelinciran dan digelincirkan, dari berbuat zalim dan di zalimi, dari berbuat bodoh dan di bodohi. Ya Allah yang Maha Agung, pertolongan-mu dan Maha Puji-Mu dan tidak ada Tuhan yang layak di sembah selain Engkau . Aku mohon penjagaan kepada Allah dan aku tawakkal kepada-Mu. Tidak ada daya dan kekuatan ( untuk menolak kemaksiatan dan berbuat ketaatan ) kecuali dengan pertolonganmu.  Ya Allah, teguhkanlah hatiku dan tampakkan kebenaran di lisanku “dan terus ingat kepada Allah dan membaca sholawat ketika di tempat belajar mengajar[9].
Dan  jika telah sampai di sekolah ( kelas ) hendaknya seorang ustazd memberi salam kepada para muridnya atau santri, para hadirin dan duduk menghadap ke arah kiblat ( jika memungkinkan ) , menjaga sikap dengan baik, tenang, berwibawa, tawadlu’ dan khusu’ sambil duduk bersila atau duduk di atas kursi dengan baik dan sopan.
Hendaknya seorang ustazd menjaga dirinya dari hal-hal yang mengurangi kewibawaannya, seperti duduk berdesakan dengan yang lain, memeprmainkan kedua tangannya, memasukan deriji yang satu dengan deriji yang lain, memperhatikan kesan kemari dengan mempermainkan kdua bola matanya tanpa hajat.
Selain itu hendaknya seorang ustazd menjauhkan dirinya dari bersenda gurau dan sering tertawa , karena hal itu mengurangi kewibawaan dan menjatuhkan harga dan martabat seorang ustazd.
Ustazd hendaknya tidak mengajar di waktu perut dalam keadaan lapar, haus dan dahaga. Juga tidak sat marah, cemas, ngantuk ataupun di waktu panas dan dingin yang berlebihan[10].
Di samping itu ustazd hendaknya duduk dengan menampakkan dirinya supaya bisa dilihat oleh para santrinya, murid, dan para hadirin supaya mereka memuliakan seorang guru yang berilmu, tua, kebagusannya, dan kemuliaannya, serta memuliakan dan mengutamakannya untuk di jadikan sebagi imam shalat. Di samping itu harus berbuat dan berkata-kata dengan bahasa yang lemah lembut terhadap orang laim dan menghotmati mereka dengan ucapan yang baik, menampakkan wajah yang berseri-seri dan penghormatan yang sangat luar biasa.
Ustazd hendaknya berdiri untuk menghormati para pemimpin islam sebagai ungkapan rasa penghormatan, dan melihat kepada para hadirin dengan tujuan untuk menghormati ala kadanya saja, terlebih lagi terhadap orang yang mengajak bicara dan bertanya tentang sesuatu dan orang yang menemuinya , mereka semua  harus didengarkan dengan penuh perhatian dan konsentrasi meskipun merka orang-orang yang masih kecil dan orang hina dina , apabila hal seperti itu tidak di lakukan  oleh seorang ustazd maka ia telahmenampakkan prilaku dan perbuatan orang   orang yang sombong[11].
Ustazd sebelum memulai mengajar, hendaknya di mulai dengan mengucapkan atau membaca sebagian Al Qur;an sebagai tabarrukan ( mengharap barakah ) untuk kebaikan dirinya sendiri, para santri, orang yang hadir, kaum muslimin, dan mereka yang membantu kesuksesan pendidikan, seperti orang yang memberikan waqaf , kalau memang ada orang yang memberikan waqaf dan sebagainya. Kemudian di susl dengan memabaca ta’awwuzd, basmalah, hamdalah, shalawat pada nabi dan para pengikutnya, sera meminta kerelaan terhadap pemimpin kaum muslimin[12].
Jika pelajaranya banyak, hendaknya di dahulukan pelajaran yang paling mulia terlebih dahulu, yang mulia dan seterusnya. Yakni mendahuliukan pelajaran tafsir, hadits, ushuluddin, ushul fiqh, kitab-kitab mazhab, nahwu dan di akhiri dengan kitab-kitab raq’iq ( kitab yang   memperhalus watak ) supaya santri bisa mengambil pelajaran dari cara-cara pembersihan hati.
Hendaknya seorang Ustazd meneruskan pelajaran-pelajaran yang belum diselesaikan dengan baik dan menghentikan pelejaran jika sudah selesai materi pembahasan. Jangan sampai menyebutkan pembahasan-pembahasan yang bisa membingungkan santri, tidak memberikan jawaban yang jelas,  baik dalam masalah agama atau pelajaran dan baru di tuntaskan jawabanya pada materi-materi yang akan datang  . Bahkan seorang guru harus mampu menjelaskan permasalahan secara mendetaild an menyeluruh atau menundanya sekalian , karena mengandung unsur mafsadat ( kerusakan ), apalagi forum tersebut di hadiri orang golongan umum baik, kaum cerdika pandai, para ulama’ dan orang – orang awam.
Janganlah memperpanjang dan memperpendek pelajaran sehingga menimbulkan kebosanan dan kerusakan pemahaman, ketika belajar selalu menjaga kemaslahatan umum, baik ketika memberikan keterangan dan penjalasan. Di samping itu janganlah membahas sebuah persoalan kecuali pada forum-forum resmi, sebuah forum yang di pergunakan untuk pembahasan sebuah ilmu pengetahuan, tidak boleh memajukan atau menunda jadwal pelaksanaan belajar kecuali adal kemaslahatan untuk umum[13].
Juga tidak mengeraskan atau memelankan suara lebih dari sekedar kebutuhan, namun yang lebih utama adalah bagaimana suara itu tidak terlalu melebihi batas sehingga terdengar dri luar dan juga tidak terlalu pelan sehingga para santri, audien sulit untuk mendegarkannya.
Al Khatib Al Baghdadi telam meriwayatkan sebuah hadits dari nabi SAW : sesungguhnya nabi mencintai suara yang pelan dan samar dan beliau membenci suara yang keras, nyaring.
Namun di dalam formu tersebut apabila terdapat orang yang kurang peka pendengarannya, maka tidak ada masalah, dan sah sah saja untuk mengeraskan suaranya sehingga ia mampu mendengarkannya, di samping itu tidak boleh berbicara dengqan terlalu cepat, bahkan harus pelan-pelan sambil berfikir dan di fikirkan juga oleh para mustami’, orang yang mendengarkannya.
Nabi Muhammad, ketika beliau berbicara dengan orang lain, maka beliau selalu berbicara dengan pelan-pelan, sistematis, dan terperinci sehingga bisa di fahami oleh orang lain. Beliau ketika mengucapkan suatu kalimat selalu di ulangi samapi tiga kali maksudnya adalah suapaya mudah di fahami. Dan ketika beliau telah selesai dalam menjelaskan sebuah persoalan, permasalahan, atau pokok masalah , beliau berhenti sejenak untuk memberikan kesempatan kepada orang lain untuk mengulangi permasalahan, persoalan  yang telah beliau sampaikan[14].
Seorang Ustazd hendaknya menjaga ruangan atau kelasnya dari kegaduhan, keramaian atau pembahasan yang simpang siur yang tidak jelas arahnya, karena hal itu bisa merubah terhadap lafazd.
Al Rabi’ telah berkata : adalah imam Syafi’I apabila mengadakan debat, adu argumentasi, mujadalah dengan orang lain , kemudian orang itu berpindah pada masalah yang lain sbeblum tuntas, maka iamam Syafi’I berkata: aku akan menyelesaikan masalah ini baru kemudian berpindah pada masalah yang engkau kehendaki[15]



BAB III
PENUTUP
·         Kesimpulan
   Murid sebagai peserta didik memiliki tugas dan tanggung jawab berupa etika dalam menuntut ilmu, yaitu :
1)      Etika  yang harus diperhatikan dalam belajar
Dalam hal ini Syaikh Hasyim Asy’ari mengungkapkan ada sepuluh etika yang harus dipebuhi oleh peserta didik atau murid, yaitu :
a.       membersihkan hati dari berbagai gangguan keimanan dan keduniawian
b.      membersihkan niat
c.       tidak menunda-nunda kesempatan belajar
d.      bersabar dan qonaah terhadap segala macam pemberian dan cobaan
e.       pandai mengatur waktu
f.       menyederhanakan makan dan minum
g.      bersikap hati-hati atau wara’
h.      menghindari makanan dan minuman yang menyebabkan kemalasan yang pada akhirnya menimbulkan kebodohan
i.        menyediakan waktu tidur selagi tidak merusak kesehatan
j.        meninggalkan kurang faedah (hal-hal yang kurang berguna bagi perkembangan diri).
Dalam hal ini tidak dibenarkan ketika seorang yang menuntut ilmu hanya menekankan pada hal-hal yang bersifat rohaniah atau duniawiah saja, karena keduanya adalah penting.
2)      Etika Seorang Murid Terhadap Guru
Etika seorang murid murid kepada guru, sesuai yang dikatakan oleh Hasyim Asy’ari hendaknya harus memperhatikan sepuluh etika utama, yaitu :
a.       Hendaknya selalu memperhatikan dan mendengarkan apa yang dijelaskan atau dikatakan oleh guru
b.      Memilih guru yang wara’ artinya orang yang selalu berhati-hati dalam bertindak disamping profesionalisme
c.       Mengikuti jejak guru yang baik
d.      Bersabar terhadap kekerasan guru
e.       Berkunjung kepada guru pada tempatnya atau mintalah izin terlebih dahulu kalau harus memaksa keadaan pada bukan tempatnya
f.       Duduklah yang rapi dan sopan ketika berhadapan dengan guru
g.      Berbicaralah dengan sopan dan lemah lembut
h.      Dengarkan segala fatwanya
i.        Jangan sekali-kali menyela ketika sedang menjelaskan
j.        Dan gunakan anggota kanan bila menyerahkan sesuatu kepadanya.
3)      Etika Murid Terhadap Pelajaran
Dalam menuntut ilmu murid hendaknya memperhatikan etika berikut :
a.       memperhatikan ilmu yang bersifat fardhu ‘ain untuk dipelajari
b.      harus mempelajari ilmu-ilmu yang mendukung ilmu-ilmu fardhu ‘ain
c.       berhati-hati dalam menanggapi ikhtilaf para ulama
d.      mendiskusikan atau menyetorkan apa yang telah ia pelajari pada orang yang dipercayainya
e.       senantiasa menganalisa, menyimak dan meneliti ilmu
f.       pancangkan cita-cita yang tinggi
g.      bergaulah dengan orang berilmu lebih tinggi (intelektual)
h.      ucapkan bila sampai ditempat majlis ta’lim (tempat belajar, sekolah, pesantren, dan lain-lain)
i.        bila terdapat hal-hal yang belum diketahui hendaknya ditanyakan
j.        bila kebetulan bersamaan banyak teman, jangan mendahului antrian bila tidak mendapatkan izin
k.      kemanapun kita pergi kemanapun kita berada jangan lupa bawa catatan
l.        pelajari pelajaran yang telah diajarkan dengan continue (istiqomah)
m.    tanamkan rasa semangat dalam belajar.
1)      Etika Seorang Guru
Seorang guru dalam menyampaikan ilmu pada peserta didik harus memiliki etika sebagai berikut :
a.       selalu mendekatkan diri kepada Allah
b.      senantiasa takut kepada Allah
c.       senantiasa bersikap tenang
d.      senantiasa berhati-hati
e.       senantiasa tawadhu’ dan khusu’
f.       mengadukan segala persoalannya kepada Allah SWT
g.      tidak menggunakan ilmunya untuk keduniawian saja
h.      tidak selalu memanjakan anak didik
i.        berlaku zuhud dalam kehidupan dunia
j.        menghindari berusaha dalam hal-hal yang rendah
k.      menghindari tempat-tempat yang kotor atau maksiat
l.        mengamalkan sunnah nabi
m.    mengistiqomahkan membaca al-qur’an
n.      bersikap ramah, ceria, dan suka menebarkan salam
o.       membersihkan diri dari perbuatan yang tidak disukai Allah
p.      menumbuhkan semangat untuk mengembangkan dan menambah ilmu pengetahuan
q.      tidak menyalahgunakan ilmu dengan menyombongkannya
r.        dan membiasakan diri menulis, mengarang dan meringkas.
2)      Etika Guru dalam mengajar
Seorang guru ketika mengajar dan hendak mengajar hendaknya memperhatikan etika-etika berikut :
a.       mensucikan diri dari hadats dan kotoran
b.      berpakaian yang sopan dan rapi serta berusaha berbau wewangian
c.       berniat beribadah ketika dalam mengajarkan ilmu
d.      menyampaikan hal-hal yang diajarkan oleh Allah (walaupun hanya sedikit)
e.       membiasakan membaca untuk menambah ilmu pengetahuan
f.       memberikan salam ketika masuk kedalam kelas
g.      sebelum belajar berdo’alah untuk para ahli ilmu yang telah terlebih dahulu meninggalkan kita
h.      berpenampilan yang kalem dan menghindarkan hal-hal yang tidak pantas dipandang mata
i.        menghindarkan diri dari gurauan dan banyak tertawa
j.        jangan sekali-kali mengajar dalam kondisi lapar, makan, marah, mengantuk, dan lain sebagainya
k.      hendaknya mengambil tempat duduk yang strategis
l.        usahakan berpenampilan ramah, tegas, lugas dan tidak sombong
m.    dalam mengajar hendaknya mendahulukan materi yang penting dan disesuaikan dengan profesionalisme yang dimiliki
n.      jangan mengajarkan hal-hal yang bersifat subhat yang dapat menyesatkan
o.      perhatikan msing-masing kemampuan murid dalam meperhatikan dan jangan mengajar terlalu lama
p.      menciptakan ketengan dalam belajar
q.      menegur dengan lemah lembut dan baik ketika terdapat murid yang bandel
r.        bersikap terbuka dengan berbagai persoalan yang ditemukan
s.       berilah kesempatan pada murid yang datang terlambat dan ulangilah penjelasannya agar mudah dipahami apa yang dimaksud
t.        dan apabila sudah selesai berilah kesempatan kepada anak didik untuk menanyakan hal-hal yang belum dimengerti.
·         Saran
      Penulis menyadari makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, karena keterbasan dan kekurangan,baik dalam pengetahuan maupun pengalaman. Untuk itu, penulis mengharapkan kritik dan saran dari berbagai pihak, khususnya dosen mata kuliah Profesi Pendidikan, serta bagi penulis  dan umumnya bagi pembaca. Amin.


DAFTAR PUSTAKA

1.      Terjemah ta’lim muta’alim,bimbingan bagi penuntut ilmu pengetahuan,oleh : H. Aliy As’ad,penerbit : Menara Kudus, Jl. Menara No. 4 Kudus
2.      Kitab  adabul ‘alim wa almuta’alim,ta’alif Syaikh Hasyim Asy’ari jombang.penerbit asturost al islami pondok pesantren tebu ireng






[1] Terjemah ta’lim muta’alim,bimbingan bagi penuntut ilmu pengetahuan,oleh : H. Aliy As’ad,penerbit : Menara Kudus, Jl. Menara No. 4 Kudus(hal: 35-36)
[2] Kitab  adabul ‘alim wa almuta’alim,ta’alif Syaikh Hasyim Asy’ari jombang.penerbit asturost al islami pondok pesantren tebu ireng (hal:24)

[3] Terjemah ta’lim muta’alim,bimbingan bagi penuntut ilmu pengetahuan,oleh : H. Aliy As’ad,penerbit : Menara Kudus, Jl. Menara No. 4 Kudus(hal: 36-43)
[4]  Kitab  adabul ‘alim wa almuta’alim,ta’alif Syaikh Hasyim Asy’ari jombang.penerbit asturost al islami pondok pesantren tebu ireng (hal:29)
[5] Terjemah ta’lim muta’alim,bimbingan bagi penuntut ilmu pengetahuan,oleh : H. Aliy As’ad,penerbit : Menara Kudus, Jl. Menara No. 4 Kudus(hal:52)
[6] Kitab  adabul ‘alim wa almuta’alim,ta’alif Syaikh Hasyim Asy’ari jombang.penerbit asturost al islami pondok pesantren tebu ireng (hal:26)
[7] Terjemah ta’lim muta’alim,bimbingan bagi penuntut ilmu pengetahuan,oleh : H. Aliy As’ad,penerbit : Menara Kudus, Jl. Menara No. 4 Kudus(hal:128)
[8] Kitab  adabul ‘alim wa almuta’alim,ta’alif Syaikh Hasyim Asy’ari jombang.penerbit asturost al islami pondok pesantren tebu ireng (hal:71)
[9] Kitab  adabul ‘alim wa almuta’alim,ta’alif Syaikh Hasyim Asy’ari jombang.penerbit asturost al islami pondok pesantren tebu ireng (hal:72)
[10] Kitab  adabul ‘alim wa almuta’alim,ta’alif Syaikh Hasyim Asy’ari jombang.penerbit asturost al islami pondok pesantren tebu ireng (hal:72)
[11] Kitab  adabul ‘alim wa almuta’alim,ta’alif Syaikh Hasyim Asy’ari jombang.penerbit asturost al islami pondok pesantren tebu ireng (hal:73)
[12] Kitab  adabul ‘alim wa almuta’alim,ta’alif Syaikh Hasyim Asy’ari jombang.penerbit asturost al islami pondok pesantren tebu ireng (hal:73)
[13] Kitab  adabul ‘alim wa almuta’alim,ta’alif Syaikh Hasyim Asy’ari jombang.penerbit asturost al islami pondok pesantren tebu ireng (hal:74)
[14] Kitab  adabul ‘alim wa almuta’alim,ta’alif Syaikh Hasyim Asy’ari jombang.penerbit asturost al islami pondok pesantren tebu ireng (hal:75)
[15] Kitab  adabul ‘alim wa almuta’alim,ta’alif Syaikh Hasyim Asy’ari jombang.penerbit asturost al islami pondok pesantren tebu ireng (hal:75)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

About